ETIKA PARIWARA INDONESIA
TUTUR SPONTAN
Prakata dari Ketua Gugus Tugas
Penyempurnaan TKTCPI
Kuantitas daya dan kualitas upaya sudah tak lagi bisa dieja, tatkala
rumusan etika pariwara ini mulai dapat dibaca. Yang menjelma
kemudian tentulah puja-puji ke hadirat Tuhan seru sekalian alam,
karena kerja besar dan keras ini, kini hampir rampung. Hampir?
Ya. Perjalanan panjang meramu ulang etika periklanan negeri ini
belum sampai di garis akhir. Ia memang tak akan pernah sampai
ke sana, senyampang periklanan masih tetap menjadi ikhtiar
manusia dalam berkarya dan berusaha. Yang hampir tercapai
adalah kebersetujuan semua pihak bahwa etika periklanan ini
dapat dipahami dan kemudian menjadi bagian tak terpisahkan
dari perilaku dan praktik periklanan Indonesia. Terima kasih Tuhan,
semoga daya dan upaya tetap melekat pada diri para pelaku
industri periklanan.
Tentu bukan persoalan matematika kalau ternyata begitu pelik
menghitung daya dan upaya yang telah dilakukan dalam
penyempurnaan etika ini. Satu hal, karena etika tak akan pernah
sempurna. Hal lain, karena prosesnya memang panjang, luas
dan nyaris tak berpola. Karena itu, sejak awal pun curah pendapat
tak pernah berhenti meski jarum jam seringkali sudah kembali ke
angka yang sama, tapi di tanggal yang baru. Terus, bertumpuktumpuk kerangka acuan dari negeri manca beradu pendapat
dengan rekaman pengalaman negeri sendiri. Kemudian, aksara
demi aksara, dari yang filosofis hingga yang praktis dirajut agar
punya makna untuk menata wicara dan rupa iklan kita dalam
laras indonesiawi. Sungguh, ini bukan cuma makan waktu, tapi
memang sulit dibatasi besaran jadwal ataupun agenda.
Bagaimanapun juga, ukara dan nuansa iklan kita sangat bergantung
pada para insan pariwara sendiri. Etika hanyalah bagai garis tepi
arena, pembatas gerak para pemain yang diwasiti oleh para
pemainnya sendiri. Malahan kadang ditemui, penjaga garis pun
tak hadir ketika bola iklan sedang menggelinding. Karena itu,
amatlah penting agar etika berjalan seiring dengan irama permainandari para pemilik dan penyalur pesannya, termasuk dari riuhrendah khalayaknya.
Etika pariwara yang berisi sekumpulan nilai dan pola laku moralitas
periklanan ini lebih lagi memiliki arti penting bagi mereka yang di
pasar. Bukankah cukup sering mereka sampai perlu berdesakan
untuk membayar berbagai produk yang kebetulan pernah
diiklankan di radio, televisi, koran, majalah, atau papan iklan.
Padahal mereka paham bahwa pesan periklanan bukanlah
perintah untuk melangkah ke kasir toko, namun seni dan strategi
berniaga untuk dipilih.
Langkah berikutnya bagi rumusan etika pariwara ini kini tersisa
dua. Langkah pertama berupa apresiasi, dan yang kedua,
ratifikasi. Apresiasi merupakan langkah kolektif dari lembaga
dan praktisi periklanan atas makna dan dayanya. Langkah ini
sedapatnya diikuti dengan memberikan masukan yang
mencerahkan, sehingga ia menjadi lebih kaya, berisi, dan
digdaya. Sedang ratifikasi akan menjadi langkah peneguhan
dari industri periklanan yang didukung oleh media, penyedia
jasa, dan produsen. Agar para pendukung yang juga penyantun
periklanan tersebut bersepakat bahwa komunikasi pemasaran
yang beretika akan dapat mengantar masyarakat kepada pasar
yang lebih adil dan bijak. Karena itu, alangkah indah dan
bijaksananya jika para wakil dari komunitas periklanan dapat
duduk bersama, bertukarpikiran, dan bermufakat laiknya majelis
peratifikasi.
Serentak dengan kedua langkah itu, publik pun akan dilibatkan
untuk menguji, apakah etika pariwara yang indonesiawi ini
sudah berpadanan dengan tataran kehidupan keseharian kita
bersama. Mereka bisa saja akademisi yang terkait dengan
periklanan, pasar sasaran atau konsumen, bahkan bisa pula
cuma khalayak media yang kebetulan menerima terpaan pesan
iklan. Itu pula sebabnya sedari dini kami sudah meyakini
perlunya pula berbagai prakarsa untuk memasyarakatkan etika
ini. Utamanya agar ia memperoleh tempaan aktual, bukan
hanya di lingkungan ranah industrinya sendiri, namun juga di
tengah publik, tempat ia harus diasuh dan dibesarkan.
Proses yang menentukan justru terletak pada agenda finalisasi.
Muaranya ada disini. Titik penutup pada kalimat terakhir akan
menjadi tanda bahwa etika pariwara Indonesia sudah layak
menjadi bagian dari kehidupan periklanan di negeri ini. Mungkin
tak ada gunting pita, tak juga perlu menabuh gong, sebab etika
memang hanya akan menyentuh nurani, bukan yang kasat
indra belaka. Dan jika rumusan ideal dari etika yang kita sepakati
kebenarannya ini sudah menyatu dalam praktik keseharian
periklanan Indonesia, barulah kita semua pantas berkata: ”yang
benar-benar iklan, cuma iklan yang benar.”
Ungkapan kasih layak disampaikan kepada semua pihak yang
telah urun rembug dengan waktu, gagasan, dan pikiran. Dari
sekadar meletakkan tanda baca saat naskah demi naskah
dirumuskan, sampai kepada pengambilan langkah-langkah
strategis atas pemaknaan etika yang indonesiawi. Bagi kami
sendiri, hanya terima kasih pula yang pantas kami terima. Itu
saja.
Jakarta, 1 Juli 2005
Patih, merangkap Wadyabala:
Ari R. Maricar
(PRSSNI – Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia)
Wadyabala:
• Baty Subakti
(Badan Pengawas Periklanan PPPI)
• Christian Tooy
(SPS – Serikat Penerbit Suratkabar)
• Dewi Fadjar
(ATVSI – Asosiasi Televisi Swasta Indonesia)
• Hery Margono
(PPPI – Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia)
• Nuke Mayasaphira
(AMLI – Asosiasi Perusahaan Media Luar-griya Indonesia)
• RTS Masli
(DPI – Dewan Periklanan Indonesia)
DAFTAR ISI
TUTUR SPONTAN
I. PENDAHULUAN
1. Sikap Industri
2. Asosiasi Pendukung
3. Posisi
4. Pijakan Awal
5. Prinsip Swakramawi
6. Pengaruh Globalisasi
7. Kepedulian Utama
8. Penyempurnaan Menyeluruh
9. Pokok Pengertian atau Definisi
10. Batasan
11. Bukan Syarat Keberterimaan
12. Bukan Sensor
13. Lembaga Penegak
14. Konsultasi
15. Rujukan
16. Semangat Etika
17. Penunggalan dan Bahasa Asing
18. Makna dan Tafsir
19. Dinamika Industri
20. Ancangan ke Depan
II. PEDOMAN
A. MUKADIMAH
1. Pranata dan Cita-Cita
2. Keyakinan
3. Lingkungan Periklanan
4. Keterikatan
5. Tujuan dan Publik Sasaran
B. LINGKUP
1. Tatanan
2. Keberlakuan
3. Kewenangan
C. ASAS
D. DEFINISI
EPI
Iklan
Pengiklan
Periklanan
Perusahaan Periklanan
Media
Khalayak
Lembaga Penegak Etika
III. KETENTUAN
A. TATA KRAMA
1. Isi Iklan
1.1 Hak Cipta
1.2 Bahasa
1.3 Tanda Asteris (*)
1.4 Penggunaan Kata ”Satu-satunya”
1.5 Pemakaian Kata “Gratis”
1.6 Pencantum Harga
1.7 Garansi
1.8 Janji Pengembalian Uang (warranty)
1.9 Rasa Takut dan Takhayul
1.10 Kekerasan
1.11 Keselamatan
1.12 Perlindungan Hak-hak Pribadi
1.13 Hiperbolisasi
1.14 Waktu Tenggang (elapse time)
1.15 Penampilan Pangan
1.16 Penampilan Uang
1.17 Kesaksian Konsumen (testimony)
1.18 Anjuran (endorsement)
1.19 Perbandingan
1.20 Perbandingan Harga
1.21 Merendahkan
1.22 Peniruan
1.23 Istilah Ilmiah dan Statistik
1.24 Ketiadaan Produk
1.25 Ketaktersediaan Hadiah
1.26 Pornografi dan Pornoaksi
1.27 Khalayak Anak-anak
2. Ragam Iklan
2.1 Minuman Keras
2.2 Rokok dan Produk Tembakau
2.3 Obat-obatan
2.4 Produk Pangan
2.5 Vitamin, Mineral, dan Suplemen
2.6 Produk Peningkat Kemampuan Seks
2.7 Kosmetik
2.8 Alat Kesehatan
2.9 Alat dan Fasilitas Kebugaran atau Perampingan
2.10 Klinik, Poliklinik, dan Rumah Sakit
2.11 Jasa Penyembuhan Alternatif
2.12 Organ Tubuh Transplantasi dan Darah
2.13 Produk Terbatas
2.14 Jasa Profesi
2.15 Properti
2.16 Peluang Usaha dan Investasi
2.17 Penghimpunan Modal
2.18 Dana Sosial dan Dana Amal
2.19 Kursus dan Lowongan Kerja
2.20 Gelar Akademis
2.21 Berita Keluarga
2.22 Gerai Pabrik
2.23 Penjualan Darurat dan Lelang Likuidasi
2.24 Kebijakan Publik
2.25 Iklan Layanan Masyarakat
2.26 Judi dan Taruhan
2.27 Senjata Api, Amunisi, dan Bahan Peledak
2.28 Agama
2.29 Iklan Multiproduk
3. Pemeran Iklan
3.1 Anak-anak
3.2 Perempuan
3.3 Jender
3.4 Penyandang Cacat
3.5 Tenaga Profesional
3.6 Hewan
3.7 Tokoh Animasi
4. Wahana Iklan
4.1 Media Cetak
4.2 Media Televisi
4.3 Media Radio
4.4 Media Luar Griya (out-of-home media)
4.5 Media Baru (new media)
4.6 Promosi Penjualan
4.7 Pemasaran/Penjualan Langsung (direct
marketing/selling)
4.8 Perusahaan Basis Data (data base)
4.9 Penajaan (sponsorship)
4.10 Gelar Wicara (talk show)
4.11 Periklanan Informatif (informative advertising)
4.12 Pemaduan Produk (product placement/integration)
4.13 Penggunaan Data Riset
4.14 Subliminal
4.15 Subvertensi (subvertising)
B. TATA CARA
1. Penerapan Umum
2. Produksi Periklanan
2.1 Pengiklan
2.2 Perusahaan Periklanan
2.3 Mitra Usaha
3. Media Periklanan
3.1 Data Perusahaan
3.2 Cakupan Khalayak
3.3 Pemesan
3.4 Pesanan
3.5 Iklan Nirpesanan
3.6 Penempatan Iklan
3.7 Monopoli
3.8 Tarif
3.9 Informasi Dasar
3.10 Perubahan Tarif Iklan
3.11 Komisi dan Rabat
3.12 Bukti Siar
3.13 Pemantauan
3.14 Penggantian
3.15 Pembayaran
3.16 Ancaman
3.17 Ketentuan Lain
IV. PENEGAKAN
A. Landasan
B. Kelembagaan
C. Penerapan
D. Prosedur
E. Sanksi
V. PENJELASAN
LAMPIRAN
1. HUKUM POSITIF
2. DEWAN PERIKLANAN INDONESIA
3. SEKILAS SWAKRAMA
I. PENDAHULUAN
Dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, kami
para pelaku industri periklanan telah berhasil menyelesaikan
dan menyepakati penyempurnaan atas kitab Tata Krama dan
Tata Cara Periklanan Indonesia (TKTCPI). Ini merupakan
penyempurnaan kedua atas dokumen serupa yang pertama
kali diikrarkan tanggal 17 September 1981, yang juga adalah
penyempurnaan atas kitab pertama yang diikrarkan tanggal 19
Agustus 1996.
Penyempurnaan kedua ini dilakukan karena banyaknya
perubahan yang terjadi dalam industri periklanan dalam lima
tahun terakhir yang belum tercakup dalam TKTCPI lama. Dalam
kaitan ini, sebagian dari penyempurnaan yang diperlukan adalah
untuk memperluas perspektif setiap permasalahan etika, namun
di lain pihak, mempertajam subyek klausal terkait. Sebagian
lainnya dari penyempurnaan ini adalah untuk menampung tiga
gejala penting yang menjadi penyebab terjadinya perubahan
besar dalam industri periklanan saat ini, yaitu:
a. Lompatan teknologi komunikasi dan informasi yang
memunculkan berbagai wujud pesan dan media periklanan
baru.
b. Konvergensi media yang mengharuskan adanya konsistensi
perlakuan antar media, antar klausal.
c. Kebutuhan untuk berkampanye pemasaran yang
menyeluruh dan terpadu, sehingga memunculkan juga
bentuk-bentuk jasa dan metode baru dalam berprofesi
dan berpraktik usaha.
Pada paragraf-paragraf berikut dicantumkan butir-butir terpenting
tentang penyempurnaan yang telah dilakukan, maupun
keseluruhan aspek tentang kitab TKTCPI ini, yang selanjutnya
disepakati disebut ETIKA PARIWARA INDONESIA (EPI).
1. Sikap Industri
Dalam menyimak EPI baru ini industri periklanan telah semakin
menegaskan dirinya di bidang komunikasi, baik dalam kaitan
posisi maupun komitmen. Posisi dan komitmen ini telah menjiwai
keseluruhan substansi yang tertuang dalam landasan etika yang
telah disempurnakan lagi ini.
Dalam kaitan posisi, industri periklanan menyatakan diri bukan
saja menjadi komponen terpenting, namun juga adalah inti dari
komunikasi pemasaran. Bahkan lebih dari itu, industri periklanan
menyatakan merupakan unsur yang tak-bisa-ditiadakan dalam
proses pembangunan perekonomian bangsa dan negara, sekaligus
ikut menegakkan sendi-sendi budaya Nusantara.
Dalam kaitan komitmen, perlu disimak adanya ketegasan pula
dalam beberapa isu penting periklanan, khususnya dalam halhal:
a. Swakrama, sebagai sikap dasar industri periklanan yang
dianut secara universal.
b. Menempatkan etika dalam struktur nilai moral yang saling
dukung dengan ketentuan perundang-undangan sebagai
struktur nilai hukum.
c. Membantu khalayak memperoleh informasi sebanyak dan
sebaik mungkin, dengan mendorong digencarkannya iklaniklan persaingan, meskipun dengan syarat-syarat tertentu.
d. Mengukuhkan paham kesetaraan jender, bukan sekadar
persamaan hak, perlindungan, ataupun pemberdayaan
terhadap perempuan.
e. Perlindungan terhadap hak-hak dasar anak.
f. Menutup ruang gerak bagi eksploitasi dan pemanfaatan
pornografi dalam periklanan.
g. Membuka diri bagi kemungkinan terus berkembangnya isi,
ragam, pemeran, dan wahana periklanan.
h. Dukungan bagi segala upaya yang sah dan wajar untuk dapat
meningkatkan belanja per kapita periklanan nasional, dengan
membuka peluang bagi beberapa institusi tertentu untuk
beriklan secara penuh ataupun terbatas.
2. Asosiasi Pendukung
Para pengurus pusat atau pimpinan dari berbagai asosiasi atau
lembaga telah meratifikasi dan menyepakati diberlakukannya EPI
ini. Mereka adalah:
1. AMLI (Asosiasi Perusahaan Media Luar-griya Indonesia)
2. APPINA (Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia)
3. ASPINDO (Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun Iklan
Indonesia)
4. ATVLI (Asosiasi Televisi Lokal Indonesia)
5. ATVSI (Asosiasi Televisi Swasta Indonesia)
6. GPBSI (Gabungan Perusahaan Bioskop Indonesia)
7. PPPI (Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia)
8. PRSSNI (Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia)
9. SPS (Serikat Penerbit Suratkabar)
10. Yayasan TVRI (Yayasan Televisi Republik Indonesia)
Selain para asosiasi atau lembaga pengemban tersebut, EPI juga
mendapat masukan dari Komisi Penyiaran Indonesia, Badan
Pengawas Obat dan Makanan, International Advertising
Association, serta sumber dari dalam dan luar negeri yang terkait.
EPI ini juga terbuka bagi pihak-pihak lain yang ingin secara resmi
-melalui pernyataan tertulis – menjadi pengemban, atau
pendukungnya.
3. Posisi
EPI ini mengukuhkan adanya kepedulian yang setara pada industri
periklanan, antara keharusan untuk melindungi konsumen atau
masyarakat, dengan keharusan untuk dapat melindungi para
pelaku periklanan agar dapat berprofesi dan berusaha – dan
memperoleh imbalan dari profesi atau usaha tersebut – secara wajar.
Sepanjang yang menyangkut periklanan, EPI ini menjadi induk
yang memayungi semua standar etika periklanan intern yang
terdapat pada kode etik masing-masing asosiasi atau lembaga
pengemban dan pendukungnya.
Dokumen-dokumen kode etik dimaksud antara lain:
a. Pedoman Prilaku Televisi Indonesia – ATVSI
b. Standar Profesional Radio Siaran – PRSSNI
c. Standar Usaha Periklanan Indonesia – PPPI
d. Kode Etik Periklanan Suratkabar – SPS
4. Pijakan Awal
Kitab EPI yang disempurnakan ini telah dicoba susun dan
kembangkan sesuai dengan akar budaya bangsa dan ditujukan
demi kepentingan masyarakat yang seluas-seluasnya.
Meskipun demikian, EPI mengakui bahwa periklanan adalah
juga profesi dan bisnis kepercayaan, sehingga seharusnyalah
ia sarat dengan kandungan nilai-nilai batiniah. Karena itu, dalam
menyusunnya telah diupayakan untuk mengabaikan sejauh
mungkin segala asumsi yang bersifat ilusi.
Dalam kaitan di atas, ada tiga pijakan yang digunakan, yaitu:
a. Memberi arah atau ancangan pada cita-cita terciptanya
adab periklanan Indonesia yang sejahtera secara ekonomi,
dan luhur secara budaya.
b. Agar tatanan etika mampu menjamin semua pelaku periklanan
dapat hidup bersama secara sehat dan lestari.
c. Ia tidak dimaksudkan untuk menggeser tanggungjawab kepada
pihak lain.
5. Prinsip Swakramawi
Penyusunan dan penegakan etika periklanan yang tercantum
dalam EPI ini dilakukan sejalan dengan prinsip-prinsip
swakramawi (self-regulation) yang dianut oleh industri periklanan
secara universal. Prinsip-prinsip dimaksud memberi rujukan
bahwa suatu etika periklanan akan lebih efektif justru kalau ia
disusun, disepakati, dan ditegakkan oleh para pelakunya sendiri.
Prinsip tersebut juga mengakui bahwa meskipun telah disusun,
disepakati, dan ditegakkan oleh para pelakunya sendiri, akan
tetap terbuka kemungkinan ada saat-saat ia kurang diindahkan.
Karena itu diperlukan upaya terus-menerus untuk
menyosialisasikan dan mengkoordinasikan gerak langkah
penegakkannya oleh segenap komponen industri periklanan.
6. Pengaruh Globalisasi
Secara keseluruhan, EPI juga telah mencoba menerjemahkan
kompleksitas – ekonomi, gaya hidup, dan budaya – yang terkait
dengan globalisasi beserta seluruh dampak dan implikasinya,
khususnya yang menyangkut bidang komunikasi pemasaran.
Dalam kaitannya globalisasi ini, tiga hal mendasar di bidang
komunikasi pemasaran yang dicoba tampung dalam EPI ini adalah:
a. Untuk lebih berfokus kepada kumpulan informasi yang
terbentuk oleh jaringan informasi, bukan pada hubungan
antar komponennya.
b. Bahwa selain memedulikan hakikat dan substansi, suatu
tatanan etika juga harus memperhatikan produk sampingannya,
seperti misalnya hiburan.
c. Bahwa seluruh struktur makna ternyata cenderung amat labil,
sehingga ia rentan untuk terhanyut kepada tindakan-tindakan
asosial atau amoral, seperti plagiatisme atau pornografi.
Selain itu, terdapat dua gejala lagi yang muncul akibat globalisasi
yang dapat melengkapi perspektif etika, yaitu:
a. Bahwa globalisasi dalam komunikasi pemasaran juga dapat
mendorong kian mencuatnya sikap individualis atau perilaku
materialis. Karena itu, tatanan etika yang terkandung dalam
EPI ini bukan sekadar harus menjadi tatanan moral ataupun
pelengkap tatanan hukum, namun haruslah juga benar-benar
mampu menjadi tatanan kehidupan.
b. Di samping itu, dari pengalaman di banyak negara disimpulkan
bahwa upaya untuk melindungi budaya akan jauh lebih efektif
jika dilakukan dengan juga memberdayakan pelaku dan
industri periklanan sendiri, dibandingkan dengan hanya
menangkis serangan ataupun memberi perlindungan.
7. Kepedulian Utama
Dalam hal etika profesi, kepedulian EPI adalah semata-mata pada
isi dan metode penyebarluasan pesan periklanan kepada
masyarakat, bukan pada unsur-unsur efektivitas, estetika dan seleranya.
Dalam etika usaha, EPI hanya mengatur praktik usaha para pelaku
periklanan dalam memanfaatkan ruang dan waktu iklan yang adil
bagi semua pihak, dan dalam saling berhubungan, bukan dalam
kegiatan umum perniagaan antar mereka sendiri, atau dengan publik.
8. Penyempurnaan Menyeluruh
Dalam EPI ini penyempurnaan yang dilakukan menyangkut baik
terhadap klausal-klausal yang sudah ada sebelumnya, maupun
penambahan klausal-klausal baru. Pada klausal-klausal yang
sudah ada, penyempurnaan dilakukan untuk mempertegas,
menjelaskan, atau melengkapi aspek maupun perspektifnya.
Dalam hal tata krama, penyempurnaan pada klausal-klausal yang
sudah ada termasuk tentang penampilan anak-anak; penampilan
tenaga profesional; dana amal; peluang usaha dan investasi;
obat-obatan; dan untuk subyek “merendahkan”. Selain itu, terjadi
perubahan pada klausal-klausal tentang tata susila, adat dan
budaya; kesaksian konsumen; kekerasan; perbandingan langsung,
dan peniruan.
EPI ini juga mengandung banyak klausal baru, seperti
penghimpunan modal; penggunaan kata “satu-satunya” maupun
“yang pertama”; penampilan hewan; penyia-nyiaan pangan;
produk aprodisiak; penampilan penyandang cacat; transplantasi
organ tubuh; alat kontrasepsi; gelar wicara (talk show); pos
langsung (direct mail); gelar akademis; senjata dan amunisi; gerai
pabrik (factory outlet); hiperbolisasi, subliminal, subvertensi
(subvertising), hingga iklan keluarga; penggunaan asteris atau
cetak kecil (small print).
Klausal-klausal baru juga terdapat pada sarana baru periklanan,
seperti iklan-iklan internet; interaktif; SMS; dan pemaduan produk
(product placement/integration).
Khusus yang menyangkut tata cara, EPI ini mengubah atau
menambahkan antara lain klausal-klausal tentang penyensoran
internal oleh media, media luar griya (out-of-home), gelar wicara,
dan penggunaan nomor kunci (key number).
9. Pokok Pengertian atau Definisi
Perubahan paling besar dan mendasar terjadi pada pokok
pengertian “periklanan” itu sendiri. Hal ini dilakukan untuk
menanggapi, sekaligus mengantisipasi tren yang terjadi yang
membuat konsep periklanan menjadi kian holistik dan integratif.
Pengertian pokok lain yang diberi penjelasan panjang lebar adalah
yang menyangkut “periklanan kebijakan publik” dan “media baru”.
Dalam kitab EPI ini, penjelasan atas istilah-istilah “periklanan
kebijakan publik” maupun “media baru” dianggap krusial, karena
konsepnya memang relatif amat baru di Indonesia, sehingga
ditengarai para pelaku periklanan sendiri pun banyak yang belum
memahaminya.
Pengertian-pengertian pokok lain yang penting adalah tentang
media luar griya (out-of-home) dan pornografi.
10. Batasan
Segala ketentuan yang termaktub dalam EPI ini menjadi pedoman
etika untuk semua materi pesan periklanan, verbal maupun citra,
yang terdapat pada suatu iklan. Ia tidak memberi rujukan apa pun
atas materi komunikasi yang secara jelas tidak bermuatan
periklanan, seperti editorial, maupun materi komersial atau persuasif
yang berada di luar ranah periklanan, misalnya kemasan produk,
siaran pers, atau komunikasi pribadi.
11. Bukan Syarat Keberterimaan
Setiap ide, konsep, materi atau kegiatan bisnis periklanan yang
sesuai dengan EPI dan diproduksi oleh sesuatu pelaku periklanan,
tidak berarti dengan sendirinya layak diterima untuk diproduksi,
dilaksanakan atau disiarkan oleh sesuatu pelaku periklanan
lainnya. Masing-masing pelaku periklanan tetap memiliki hak
prerogatif untuk menerima atau menolak ide, konsep, materi atau
kegiatan bisnis periklanan yang diajukan kepadanya.
12. Bukan Lembaga Sensor
EPI ini bersifat amat terbuka dan akomodatif bagi kepekaan
masyarakat. Meskipun demikian, ia sama sekali tidak dimaksudkan
untuk memerankan penyensoran atau praseleksi atas naskah
materi, ataupun rancangan bisnis periklanan.
13. Lembaga Penegak
Para asosiasi pendukung menyepakati untuk melaksanakan
penegakan EPI ini melalui lembaga Badan Musyawarah Etika yang
merupakan lembaga tetap dalam naungan Dewan Periklanan Indonesia
(DPI). Kelembagaaan Dewan ini sendiri berbentuk federasi
yang beranggotakan semua asosiasi pendukung EPI. Rincian atas
fungsi dan tugas Badan ini terdapat pada bagian lain kitab ini.
14. Konsultasi
Penyempurnaan atas EPI ini dilakukan setelah berkonsultasi juga
dengan para pakar terkait. Para pakar ini selain berasal dari
industri periklanan sendiri, juga dari mereka yang mengakrabi
bidang-bidang keagamaan, filsafat, sosial, dan budaya.
15. Rujukan
Selain berkonsultasi dengan para pakar, penyempurnaan EPI
juga dilakukan setelah menyimak rujukan dari berbagai kode etik
periklanan di banyak negara. Jabaran lebih lanjut tentang rujukanrujukan dimaksud terdapat pada bagian lain kitab ini.
Rujukan juga diperoleh dari pengalaman lembaga-lembaga
penegak etika periklanan dalam menangani kasus-kasus selama
ini, khususnya dari:
a. Badan Musyawarah Etika (BME) yang merupakan lembaga
struktural Dewan Periklanan Indonesia (DPI)
b. Badan Pengawas Periklanan (BPP) PPPI
EPI banyak memperoleh bahan dari “Diskusi Besar: Etika
Periklanan” (DB:EP) yang diselenggarkan oleh Komisi Periklanan
Indonesia (KPI) – sekarang Dewan Periklanan Indonesia (DPI)
dan dilaksanakan di Jakarta, pada 27 – 28 Juni 2002.
Khusus yang menyangkut periklanan politik, telah dilakukan juga
rujuk-silang dengan hasil-hasil “Dikusi Besar: Iklan Politik” (DB:IP)
yang berlangsung di Jakarta pada tanggal 13 Mei 2004, dan
diprakarsai oleh PPPI. Diskusi ini selain menampilkan pembicara
dari praktisi periklanan dan pakar komunikasi pemasaran, juga
dari wakil-wakil masyarakat, Komisi Pemilihan Umum (KPU),
Panitia Pengawas Pemillihan Umum (Panwaslu), dan Dewan
Perwakilan Rakyat RI (DPR-RI).
16. Semangat Etika
Segala sesuatu yang tercantum dalam EPI ini wajib ditafsirkan
secara utuh dan dalam makna harfiah maupun jiwanya.
17. Penunggalan dan Bahasa Asing
Dalam EPI ini, semua subyek yang tercantum dalam terminologi
tunggal, harus dianggap juga berlaku jika subyek dimaksud
berbentuk jamak. Demikian pula sebaliknya, subyek yang tercantum
dalam terminologi jamak, harus dianggap juga berlaku jika subyek
dimaksud berbentuk tunggal.
Selain itu, beberapa terminologi yang karena tidak ada, sulit,
mengandung bias, atau tidak dikenal oleh orang awam atas makna padanannya dalam bahasa Indonesia, akan dicantumkan dalambahasa Inggris, ataupun diberi – dalam tanda kurung – sandinganaslinya dalam bahasa Inggris. Dalam hal diberi sandingan, makakedua terminologi tersebut – padanan dan sandingannya – harusdiperlakukan setara dan dalam posisi dan fungsi yang salingmenjelaskan.
18. Makna dan Tafsir
EPI ini sudah diupayakan untuk dapat disusun secara jelas danlengkap, namun ringkas. Meskipun demikian, tidak tertutupkemungkinan terjadi kekeliruan tafsir di antara para penggunanya.
Masalah ini dapat jadi mendasar dalam hal yang menyangkutperselisihan antar dua pihak. Dalam hal demikian, maka pendapatlembaga penegak EPI dianggap sebagai makna dan tafsir yang benar.
19. Dinamika Industri
Segala upaya telah dilakukan untuk membuat EPI ini aktual dantepat guna. Meskipun demikian harus diakui bahwa perkembanganindustri yang begitu pesat sepanjang dekade terakhir telahmenyebabkan aktualisasi atas suatu rujukan etika pun dapatbergeser. Karena itu, dalam penerapannya ke depan, para pelakuperiklanan harus mampu menerjemahkan roh dan isi dari kitabEPI ini, sesuai dialektika dari setiap situasi dan kondisi nyata yangberkembang. Setidaknya dalam sistem nilai, jiwa dan semangatnya.
20. Ancangan ke Depan
Semua asosiasi penganut atau pendukung EPI ini menyadaribahwa tidaklah sepenuhnya tepat bagi asosiasi-asosiasi usahatersebut untuk juga mengatur kadiah-kaidah etika profesisebagaimana tercantum dalam tatanan tata krama pada EPI ini.
Namun di sisi lain, disadari pula kurang memadainya asosiasiasosiasi profesi periklanan yang ada saat ini untuk dapat mengaturdan menegakkan sendiri etika profesi atau tata kramanya. Adalahharapan Dewan Periklanan Indonesia untuk suatu saat nantidapat pula menampung asosiasi-asosiasi profesi dimaksud dansekaligus menjadi lembaga penegak pula bagi suatu etika profesiyang sepenuhnya dari, oleh, dan untuk profesi periklanan sendiri.
Jika harapan ini dapat diwujudkan, ia akan kian mengokohkan
komitmen industri pada nilai-nilai moral yang ingin ditegakkan,
sekaligus mengentalkan keterkaitan profesi periklanan kepadaakar budayanya.
II. PEDOMAN
A. MUKADIMAH
Pranata dan Cita-cita
1. Sesungguhnya, investasi merupakan bekal yang amat bernilai
untuk menyejahterakan masyarakat. Investasi bahkan kian
memberi maslahat manakala hasil produksinya dapat dipahami
dan diminati oleh sebesar-besarnya anggota masyarakat.
Untuk itu, peran dan keberlangsungan komunikasi pemasaran
menjadi tak mungkin diabaikan, dan periklanan adalah pilar
utama dari komunikasi pemasaran itu.
Dalam posisi sedemikian, periklanan menjadi suatu konsekuensi,
sekaligus mata rantai terakhir dari investasi. Karena itu,
kebutuhan akan periklanan tentulah setara dengan kebutuhan
akan investasi itu sendiri. Dan meskipun kini ia kian kompleks,
menyeluruh dan terpadu, namun juga kian diakrabi oleh
masyarakat.
2. Meskipun demikian, periklanan hanya dapat tumbuh jika disemai,
ditanam dan dipupuk dengan tanggungjawab yang tulus untuk
senantiasa melindungi segenap khalayak yang disasarnya.
Dalam mengemban tanggungjawab atas perlindungan itulah,
periklanan perlu menghormati segala hak dasar khalayak.
Hak-hak ini antara lain adalah; hak atas keselamatan dari
pemanfaatan sesuatu produk, hak untuk mendahulukan
kebutuhan pokok daripada kebutuhan sampingan, hak untuk
memperoleh informasi secara jelas dan lengkap, hak untuk
memilih produk atau merek tertentu, hak untuk memperoleh
lingkungan hidup yang sehat, dan hak untuk didengar keluhan
dan sarannya.
3. Disadari pula bahwa dalam ikhtiar melindungi hak dasar khalayak
dimaksud, melekat kewajiban dasar periklanan pada tatanan
yang lebih hakiki, lebih luas dan lebih kompleks, yaitu untuk
senantiasa ikut memuliakan agama, serta menegakkan martabat
bangsa, negara, budaya, dan kemanusiaan.
4. Untuk dapat memenuhi kewajiban dasar tersebut periklanan
harus berakar dari niat untuk menggagas, mengembangkan,
dan melaksanakan perilaku profesi dan usahanya secara
jujur, benar, dan bertanggungjawab, sehingga dapat memenuhi
keniscayaan, minat, dan kenyamanan bagi industrinya sendiri,
dan utamanya bagi masyarakat luas.
Keyakinan
5. Meskipun periklanan merupakan mata rantai dan konsekuensi
yang tak terhindarkan dari suatu supra sistem sosial dan
perekonomian, namun ia harus dikelola agar senantiasa
melindungi masyarakat. Perlindungan ini mesti pula bersifat
menyeluruh, menyangkut keselamatan dan kenyamanan, dan
utamanya terhadap keterhormatan. Karena hanya dengan
landasan melindungi itu ia dapat memerankan fungsinya, untuk
diterima dan dipercaya oleh masyarakat. Untuk itu, menaati
semua etika profesi dan usaha periklanan diyakini merupakan
suatu keniscayaan.
6. Di samping itu, periklanan hanya dapat hidup dan tumbuh jika
masyarakat memahami dan menghargai peran, fungsi dan
tanggungjawab industri tersebut. Dengan memahami dan
menghargai periklanan, diyakini masyarakat akan dengan
sendirinya berpartisipasi melindungi industri periklanan. Karena
itu, demi kehidupan dan pertumbuhan industri periklanan sendiri,
ikhtiar untuk senantiasa melindungi mayarakat menjadi mutlak.
Adalah juga keyakinan bahwa ikhtiar tersebut, demi kebaikan
dan kebenaran segala karya periklanan, harus diawali dengan
niat dan kesengajaan yang penuh dan tulus.
7. Segala pranata dan cita-cita di atas juga diyakini akan dapat
memberi arah bagi terwujudnya komunikasi pemasaran yang
bermakna bagi semua produk, baik yang kasat maupun yang
tidak kasat, serta baik yang berwujud suara, gambar, citra
ataupun paduannya.
Lingkungan Periklanan
8. Para pelaku periklanan amat mendambakan lingkungan
berprofesi dan berusaha yang sarat dengan nilai-nilai moral.
Karena itu, EPI amat mendorong dan meleluasakan setiap
pesan dan praktik usaha periklanan yang memperkuat
demokratisasi, supremasi hukum, dan transparansi. Sejalan
dengan itu, periklanan pun amat peduli pada terciptanya
lingkungan hidup yang harmonis, dalam bingkai ekosistem
yang menunjang dan berkelanjutan.
Keterikatan
9. Dengan keyakinan penuh akan kebenaran jiwa, substansi,
dan arah pedoman etika berprofesi dan berusaha ini, serta
sejalan dengan harapan yang hidup dan berkembang, para
pelaku periklanan bertekad untuk bersungguh-sungguh
menaatinya. Kesungguhan itu diungkapkan dengan
membentuk, memfungsikan, dan memperkuat segala dan
semua lembaga penegak etika periklanan nasional.
10.Para pelaku periklanan mengakui bahwa sebagai hukum
normatif, pedoman etika periklanan ini tidaklah bertentangan
dengan segala peraturan perundang-undangan. Pedoman
etika periklanan ini adalah justru merupakan perwujudan dari
upaya sungguh-sungguh dan terus-menerus dari pelaku
periklanan untuk berswakrama, atau mengatur diri sendiri.
Karena itu, dalam banyak hal, ia melengkapi ketentuanketentuan hukum positif tentang periklanan dan dalam beberapa
hal lain ia menjadi satu-satunya sarana untuk menyelesaikan
perselisihan periklanan.
Tujuan dan Publik Sasaran
11. Pedoman etika periklanan ini disepakati oleh pelaku periklanan
untuk dijadikan pedoman bersikap dan bertingkah laku secara
internal, sehingga dalam berprofesi dan berusaha dapat
senantiasa sesuai dengan nilai-nilai yang dianut oleh
masyarakat. Karena itu, pedoman etika periklanan ini
akan pula dijadikan rujukan utama dalam segala upaya
penegakannya, baik secara internal maupun dalam hal terjadi
keterkaitan dengan pihak-pihak lain.
12.Dengan penyepakatan tersebut diharapkan akan tercipta iklim
berprofesi dan berusaha yang adil, kondusif, inovatif, dan
dinamis bagi kehidupan dan pertumbuhan industri periklanan.
Selanjutnya, iklim berprofesi dan berusaha sedemikian
diharapkan akan mendorong berkembangnya kegiatan
berkomunikasi pemasaran yang bukan saja sehat dan
bertanggungjawab, namun juga maju dan mutakhir. Pada
gilirannya, semua ini akan melindungi konsumen,
sekaligus meningkatkan integritas, harkat, dan martabat
industri periklanan secara keseluruhan.
13.Dalam kaitan eksternal, pedoman etika periklanan ini bertujuan
untuk memberi informasi dan rujukan kepada masyarakat luas
tentang hak-hak dan kualitas hidup khalayak yang terkait
langsung maupun tak langsung dengan kiprah industri
periklanan.
Bagi Pamong, pedoman etika periklanan ini seyogianya
dijadikan rujukan dalam segala upaya pembinaan industri
periklanan.
Sedang bagi lembaga pendidikan, ia perlu dijadikan materi
ajar yang tak terpisahkan dari studi komunikasi dan atau
pemasaran.
14.Selain para pihak itu, pedoman etika periklanan ini pun ditujukan
kepada masyarakat periklanan internasional, agar mereka pun
mengetahui dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan yang
melekat pada industri periklanan Indonesia, sehingga terbina
rujukan timbal-balik yang dapat mensejajarkan industri
periklanan nasional dengan yang berkembang di mancanegara.
Atas dasar semua wacana di atas, para pelaku dan komponen
periklanan Indonesia telah menghimpun, menyusun, dan
menetapkan pedoman etika periklanan yang disebut EPI yang
jabarannya termaktub dalam bagian-bagian selanjutnya dari
dokumen ini.
B. LINGKUP
1. Tatanan
Pedoman etika (code of ethics) periklanan ini disusun dalam
dua tatanan pokok, yaitu tata krama (code of conducts) atau
tatanan etika profesi, dan tata cara (code of practices) atau
tatanan etika usaha. Meskipun demikian, keduanya beserta
semua yang terkandung pada bagian-bagian Pendahuluan,
Mukadimah, Ketentuan, Penjelasan, Penegakan, dan Lampiran
harus diperlakukan sebagai satu kesatuan utuh yang tak
terpisahkan.
2. Keberlakuan
EPI ini berlaku bagi semua iklan, pelaku, dan usaha periklanan
yang dipublikasikan atau beroperasi di wilayah hukum Republik
Indonesia.
3. Kewenangan
EPI mengikat ke dalam maupun ke luar.
Ke dalam, ia mengikat orang-perorang yang berkiprah dalam
profesi apa pun di bidang periklanan, serta semua entitas yang
ada dalam industri periklanan.
Ke luar, ia mengikat seluruh pelaku periklanan – baik sebagai
profesional maupun entitas usaha – terhadap interaksinya
dengan masyarakat dan pamong.
Dalam pengertian masyarakat, termasuk konsumen dari
produk yang beriklan, khalayak sasaran, ataupun khalayak
umum penerima pesan periklanan, serta anggota masyarakat
dalam arti yang seluas-luasnya.
Dalam pengertian pamong, termasuk semua lembaga resmi,
baik di tingkat pusat maupun daerah.
C. ASAS
Iklan dan pelaku periklanan harus :
a. Jujur, benar, dan bertanggungjawab.
b. Bersaing secara sehat.
c. Melindungi dan menghargai khalayak, tidak merendahkan
agama, budaya, negara, dan golongan, serta tidak
bertentangan dengan hukum yang berlaku.
D. DEFINISI
Dalam kitab ini yang dimaksud dengan:
1. EPI; ialah ketentuan-ketentuan normatif yang menyangkut
profesi dan usaha periklanan yang telah disepakati untuk
dihormati, ditaati, dan ditegakkan oleh semua asosiasi
dan lembaga pengembannya. (Lihat juga Penjelasan)
2. Iklan; ialah pesan komunikasi pemasaran atau komunikasi
publik tentang sesuatu produk yang disampaikan melalui
sesuatu media, dibiayai oleh pemrakarsa yang dikenal,
serta ditujukan kepada sebagian atau seluruh masyarakat.
(Lihat juga Penjelasan)
3. Pengiklan; ialah pemrakarsa, penyandang dana, dan pengguna
jasa periklanan.
4. Periklanan; ialah seluruh proses yang meliputi penyiapan,
perencanaan, pelaksanaan, penyampaian, dan umpan balik
dari pesan komunikasi pemasaran. (Lihat juga Penjelasan)
5. Perusahaan Periklanan; ialah suatu organisasi usaha yang
memiliki keahlian untuk merancang, mengkoordinasi,
mengelola,dan atau memajukan merek, pesan, dan atau
media komunikasi pemasaran untuk dan atas nama pengiklan
dengan memperoleh imbalan atas layanannya tersebut.
6. Media; ialah sarana komunikasi untuk menyampaikan pesan
periklanan kepada konsumen atau khalayak sasaran. (Lihat
juga Penjelasan)
7. Khalayak; ialah orang atau kelompok orang yang menerima
pesan periklanan dari sesuatu media.
8. Lembaga Penegak Etika; ialah organisasi independen dan
nirpamong yang bertugas dan berwenang untuk menegakkan
etika periklanan, dan bernaung di bawah Dewan Periklanan
Indonesia atau asosiasi pengemban EPI. (Lihat juga
Penjelasan)
III. KETENTUAN
A. TATA KRAMA
1. Isi Iklan
1.1 Hak Cipta
Penggunaan, penyebaran, penggandaan, penyiaran
atau pemanfaatan lain materi atau bagian dari materi
periklanan yang bukan milik sendiri, harus atas ijin
tertulis dari pemilik atau pemegang merek yang sah.
(Lihat juga Penjelasan).
1.2 Bahasa
1.2.1 Iklan harus disajikan dalam bahasa yang bisa
dipahami oleh khalayak sasarannya, dan
tidak menggunakan persandian (enkripsi)
yang dapat menimbulkan penafsiran selain
dari yang dimaksudkan oleh perancang
pesan iklan tersebut.
1.2.2 Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata
superlatif seperti “paling”, “nomor satu”, ”top”,
atau kata-kata berawalan “ter“, dan atau yang
bermakna sama, tanpa secara khas
menjelaskan keunggulan tersebut yang harus
dapat dibuktikan dengan pernyataan tertulis
dari otoritas terkait atau sumber yang otentik.
1.2.3 Penggunaan kata-kata tertentu harus
memenuhi ketentuan berikut:
a. Penggunaan kata ”100%”, ”murni”, ”asli”
untuk menyatakan sesuatu kandungan,
kadar, bobot, tingkat mutu, dan
sebagainya, harus dapat dibuktikan
dengan pernyataan tertulis dari otoritas
terkait atau sumber yang otentik.
b. Penggunaan kata ”halal” dalam iklan
hanya dapat dilakukan oleh produk-produk
yang sudah memperoleh sertifikat resmi
dari Majelis Ulama Indonesia, atau
lembaga yang berwenang.
16 17
c. Pada prinsipnya kata halal tidak untuk
diiklankan. Penggunaan kata “halal” dalam
iklan pangan hanya dapat ditampilkan
berupa label pangan yang mencantumkan
logo halal untuk produk–produk yang
sudah memperoleh sertifikat resmi dari
Majelis Ulama Indonesia atau lembaga
yang berwenang.
d. Kata-kata ”presiden”, ”raja”, ”ratu” dan
sejenisnya tidak boleh digunakan dalam
kaitan atau konotasi yang negatif.
1.3 Tanda Asteris (*)
1.3.1 Tanda asteris pada iklan di media cetak tidak
boleh digunakan untuk menyembunyikan,
menyesatkan, membingungkan atau
membohongi khalayak tentang kualitas,
kinerja, atau harga sebenarnya dari produk
yang diiklankan, ataupun tentang
ketidaktersediaan sesuatu produk.
1.3.2 Tanda asteris pada iklan di media cetak hanya
boleh digunakan untuk memberi penjelasan
lebih rinci atau sumber dari sesuatu
pernyataan yang bertanda tersebut.
1.4 Penggunaan Kata ”Satu-satunya”
Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata “satusatunya” atau yang bermakna sama, tanpa secara
khas menyebutkan dalam hal apa produk tersebut
menjadi yang satu-satunya dan hal tersebut harus
dapat dibuktikan dan dipertanggungjawabkan.
1.5 Pemakaian Kata “Gratis”
Kata “gratis” atau kata lain yang bermakna sama tidak
boleh dicantumkan dalam iklan, bila ternyata konsumen
harus membayar biaya lain. Biaya pengiriman yang
dikenakan kepada konsumen juga harus dicantumkan
dengan jelas.
1.6 Pencantuman HargaJika harga sesuatu produk dicantumkan dalam iklan,
maka ia harus ditampakkan dengan jelas, sehingga
konsumen mengetahui apa yang akan diperolehnya
dengan harga tersebut.
1.7 Garansi
Jika suatu iklan mencantumkan garansi atau jaminan
atas mutu suatu produk, maka dasar-dasar jaminannya
harus dapat dipertanggung- jawabkan.
1.8 Janji Pengembalian Uang (warranty)
Jika suatu iklan menjanjikan pengembalian uang ganti
rugi atas pembelian suatu produk yang ternyata
mengecewakan konsumen, maka:
1.8.1. Syarat-syarat pengembalian uang tersebut
harus dinyatakan secara jelas dan lengkap,
antara lain jenis kerusakan atau kekurangan
yang dijamin, dan jangka waktu berlakunya
pengembalian uang.
1.8.2. Pengiklan wajib mengembalikan uang
konsumen sesuai janji yang telah diiklankannya.
1.9 Rasa Takut dan TakhayulIklan tidak boleh menimbulkan atau mempermainkan
rasa takut, maupun memanfaatkan kepercayaan orang
terhadap takhayul, kecuali untuk tujuan positif.
1.10 Kekerasan
Iklan tidak boleh – langsung maupun tidak langsung
-menampilkan adegan kekerasan yang merangsang
atau memberi kesan membenarkan terjadinya tindakan
kekerasan.
1.11 Keselamatan
Iklan tidak boleh menampilkan adegan yang
mengabaikan segi-segi keselamatan, utamanya jika
ia tidak berkaitan dengan produk yang diiklankan.
1.12 Perlindungan Hak-hak PribadiIklan tidak boleh menampilkan atau melibatkan
seseorang tanpa terlebih dahulu memperoleh
persetujuan dari yang bersangkutan, kecuali dalam
penampilan yang bersifat massal, atau sekadar
sebagai latar, sepanjang penampilan tersebut tidak
merugikan yang bersangkutan.
1.13 HiperbolisasiBoleh dilakukan sepanjang ia semata-mata
dimaksudkan sebagai penarik perhatian atau humor
yang secara sangat jelas berlebihan atau tidak masuk
akal, sehingga tidak menimbulkan salah persepsi dari
khalayak yang disasarnya. (Lihat juga Penjelasan).
1.14 Waktu Tenggang (elapse time)
Iklan yang menampilkan adegan hasil atau efek dari
penggunaan produk dalam jangka waktu tertentu,
harus jelas mengungkapkan memadainya rentang
waktu tersebut.
1.15 Penampilan PanganIklan tidak boleh menampilkan penyia-nyiaan,
pemborosan, atau perlakuan yang tidak pantas lain
terhadap makanan atau minuman.
1.16 Penampilan Uang
1.16.1 Penampilan dan perlakuan terhadap uang
dalam iklan haruslah sesuai dengan norma-
norma kepatutan, dalam pengertian tidak
mengesankan pemujaan ataupun pelecehan
yang berlebihan.
1.16.2 Iklan tidak boleh menampilkan uang
sedemikian rupa sehingga merangsang orang
untuk memperolehnya dengan cara-cara
yang tidak sah.
1.16.3 Iklan pada media cetak tidak boleh
menampilkan uang dalam format frontal dan
skala 1:1, berwarna ataupun hitam-putih.
1.16.4 Penampilan uang pada media visual harus
disertai dengan tanda “specimen” yang
dapat terlihat Jelas.
1.17 Kesaksian Konsumen (testimony).
1.17.1 Pemberian kesaksian hanya dapat dilakukan
atas nama perorangan, bukan mewakili
lembaga, kelompok, golongan, atau
masyarakat luas.
1.17.2 Kesaksian konsumen harus merupakan
kejadian yang benar-benar dialami, tanpa
maksud untuk melebih-lebihkannya.
1.17.3 Untuk produk-produk yang hanya dapat
memberi manfaat atau bukti kepada
konsumennya dengan penggunaan yang
teratur dan atau dalam jangka waktu tertentu,
maka pengalaman sebagaimana dimaksud
dalam butir 1.17.2 di atas juga harus telah
memenuhi syarat-syarat keteraturan dan
jangka waktu tersebut.
1.17.4 Kesaksian konsumen harus dapat dibuktikan
dengan pernyataan tertulis yang ditanda
tangani oleh konsumen tersebut.
1.17.5 Identitas dan alamat pemberi kesaksian jika
diminta oleh lembaga penegak etika, harus
dapat diberikan secara lengkap. Pemberi
kesaksian pun harus dapat dihubungi pada
hari dan jam kantor biasa.
1.18 Anjuran (endorsement)
1.18.1 Pernyataan, klaim atau janji yang diberikan
harus terkait dengan kompetensi yang dimiliki
oleh penganjur.
1.18.2 Pemberian anjuran hanya dapat dilakukan
oleh individu, tidak diperbolehkan mewakili
lembaga, kelompok, golongan, atau
masyarakat luas.
1.19 Perbandingan
1.19.1 Perbandingan langsung dapat dilakukan,
namun hanya terhadap aspek-aspek teknis
21
produk, dan dengan kriteria yang tepat sama.
1.19.2 Jika perbandingan langsung menampilkan
data riset, maka metodologi, sumber dan
waktu penelitiannya harus diungkapkan
secara jelas. Pengggunaan data riset tersebut
harus sudah memperoleh persetujuan atau
verifikasi dari organisasi penyelenggara riset
tersebut.
1.19.3 Perbandingan tak langsung harus didasarkan
pada kriteria yang tidak menyesatkan
khalayak.
1.20 Perbandingan HargaHanya dapat dilakukan terhadap efisiensi dan
kemanfaatan penggunaan produk, dan harus disertai
dengan penjelasan atau penalaran yang memadai.
1.21 Merendahkan
Iklan tidak boleh merendahkan produk pesaing secara
langsung maupun tidak langsung.
1.22 Peniruan
1.22.1 Iklan tidak boleh dengan sengaja meniru iklan
produk pesaing sedemikian rupa sehingga
dapat merendahkan produk pesaing, ataupun
menyesatkan atau membingungkan khalayak.
Peniruan tersebut meliputi baik ide dasar,
konsep atau alur cerita, setting, komposisi
musik maupun eksekusi. Dalam pengertian
eksekusi termasuk model, kemasan, bentuk
merek, logo, judul atau subjudul, slogan,
komposisi huruf dan gambar, komposisi musik
baik melodi maupun lirik, ikon atau atribut
khas lain, dan properti.
1.22.2 Iklan tidak boleh meniru ikon atau atribut khas
yang telah lebih dulu digunakan oleh sesuatu
iklan produk pesaing dan masih digunakan
hingga kurun dua tahun terakhir.
22
1.23 Istilah Ilmiah dan Statistik
Iklan tidak boleh menyalahgunakan istilah-istilah ilmiah
dan statistik untuk menyesatkan khalayak, atau
menciptakan kesan yang berlebihan.
1.24 Ketiadaan Produk
Iklan hanya boleh dimediakan jika telah ada kepastian
tentang tersedianya produk yang diiklankan tersebut.
1.25 Ketaktersediaan Hadiah
Iklan tidak boleh menyatakan “selama persediaan
masih ada” atau kata-kata lain yang bermakna sama.
1.26 Pornografi dan Pornoaksi
Iklan tidak boleh mengeksploitasi erotisme atau
seksualitas dengan cara apa pun, dan untuk tujuan
atau alasan apa pun.
1.27 Khalayak Anak-anak
1.27.1 Iklan yang ditujukan kepada khalayak anakanak tidak boleh menampilkan hal-hal yang
dapat mengganggu atau merusak jasmani
dan rohani mereka, memanfaatkan
kemudahpercayaan, kekurangpengalaman,
atau kepolosan mereka. (Lihat juga
Penjelasan)
1.27.2 Film iklan yang ditujukan kepada, atau tampil
pada segmen waktu siaran khalayak anakanak dan menampilkan adegan kekerasan,
aktivitas seksual, bahasa yang tidak pantas,
dan atau dialog yang sulit wajib
mencantumkan kata-kata “BimbinganOrangtua” atau simbol yang bermakna
sama.
2. Ragam Iklan
2.1 Minuman Keras
Iklan minuman keras maupun gerainya hanya boleh
disiarkan di media nonmassa (Lihat juga Penjelasan)
dan wajib memenuhi ketentuan berikut:
2.1.1 Tidak mempengaruhi atau merangsang
khalayak untuk mulai meminum minuman
keras.
2.1.2 Tidak menyarankan bahwa tidak meminum
minuman keras adalah hal yang tidak wajar.
2.1.3 Tidak menggambarkan penggunaan minuman
keras dalam kegiatan-kegiatan yang dapat
membahayakan keselamatan.
2.1.4 Tidak menampilkan ataupun ditujukan
terhadap anak-anak di bawah usia 17 tahun
dan atau wanita hamil.
2.2 Rokok dan Produk Tembakau
2.2.1 Iklan rokok tidak boleh dimuat pada media
periklanan yang sasaran utama khalayaknya
berusia di bawah 17 tahun.
2.2.2 Penyiaran iklan rokok dan produk tembakau
wajib memenuhi ketentuan berikut:
a. Tidak merangsang atau menyarankan
orang untuk merokok;
b. Tidak menggambarkan atau menyarankan
bahwa merokok memberikan manfaat bagi
kesehatan;
c. Tidak memperagakan atau menggambarkan
dalam bentuk gambar, tulisan, atau
gabungan keduanya, bungkus rokok,
rokok, atau orang sedang merokok, atau
mengarah pada orang yang sedang
merokok;
d. Tidak ditujukan terhadap atau menampilkan
dalam bentuk gambar atau tulisan, atau
gabungan keduanya, anak, remaja, atau
wanita hamil;
e. Tidak mencantumkan nama produk yang
bersangkutan adalah rokok;
f. Tidak bertentangan dengan norma yang
berlaku dalam masyarakat.
2.3 Obat-obatan
2.3.1 Iklan tidak boleh secara langsung maupun
tersamar menganjurkan penggunaan obat
yang tidak sesuai dengan ijin indikasinya.
2.3.2 Iklan tidak boleh menganjurkan pemakaian
suatu obat secara berlebihan.
2.3.3 Iklan tidak boleh menggunakan kata,
ungkapan, penggambaran atau pencitraan
yang menjanjikan penyembuhan, melainkan
hanya untuk membantu menghilangkan gejala
dari sesuatu penyakit.
2.3.4 Iklan tidak boleh menggambarkan atau
menimbulkan kesan pemberian anjuran,
rekomendasi, atau keterangan tentang
penggunaan obat tertentu oleh profesi
kesehatan seperti dokter, perawat, farmasis,
laboratoris, dan pihak-pihak yang mewakili
profesi kesehatan, beserta segala atribut,
maupun yang berkonotasi profesi kesehatan.
2.3.5 Iklan tidak boleh menganjurkan bahwa suatu
obat merupakan syarat mutlak untuk
mempertahankan kesehatan tubuh.
2.3.6 Iklan tidak boleh memanipulasi atau
mengekspolitasi rasa takut orang terhadap
sesuatu penyakit karena tidak menggunakan
obat yang diiklankan.
2.3.7 Iklan tidak boleh menggunakan kata-kata
yang berlebihan seperti “aman”, “tidak
berbahaya”, “bebas efek samping”, “bebas
risiko” dan ungkapan lain yang bermakna
sama, tanpa disertai keterangan yang memadai.
2.3.8 Iklan tidak boleh menawarkan diagnosa
pengobatan atau perawatan melalui suratmenyurat.
2.3.9 Iklan tidak boleh menawarkan jaminan
pengembalian uang (warranty).
2.3.10 Iklan tidak boleh menyebutkan adanya
kemampuan untuk menyembuhkan penyakit
dalam kapasitas yang melampaui batas atau
tidak terbatas.
2.4 Produk Pangan
2.4.1 Iklan tidak boleh menampilkan pemeran balita
untuk produk yang bukan diperuntukkan bagi
balita.
2.4.2 Iklan tentang pangan olahan yang
mengandung bahan yang berkadar tinggi
sehingga dapat membahayakan dan atau
mengganggu pertumbuhan dan atau
perkembangan anak–anak, dilarang dimuat
dalam media yang secara khusus ditujukan
kepada anak–anak.
2.4.3 Iklan tentang pangan yang diperuntukkan
bagi bayi, dilarang dimuat dalam media
massa. Pemuatan pada media nonmassa,
harus sudah mendapat persetujuan Menteri
Kesehatan, atau lembaga lain yang
mempunyai kewenangan serta mencantumkan
keterangan bahwa ia bukan pengganti ASI.
2.5 Vitamin, Mineral, dan Suplemen
2.5.1 Iklan harus sesuai dengan indikasi jenis
produk yang disetujui oleh Departemen
Kesehatan RI atau badan yang berwenang
untuk itu.
2.5.2 Iklan tidak boleh menyatakan atau memberi
kesan bahwa vitamin, mineral atau suplemen
selalu dibutuhkan untuk melengkapi makanan
yang sudah sempurna nilai gizinya.
2.5.3 Iklan tidak boleh menyatakan atau memberi
kesan bahwa penggunaan vitamin, mineral
dan suplemen adalah syarat mutlak bagi
semua orang, dan memberi kesan sebagai
obat.
2.5.4 Iklan tidak boleh menyatakan bahwa
kesehatan, kegairahan dan kecantikan akan
dapat diperoleh hanya dari penggunaan
vitamin, mineral atau suplemen.
2.5.5 Iklan tidak boleh mengandung pernyataan
tentang peningkatan kemampuan secara
langsung atau tidak langsung.
2.6 Produk Peningkat Kemampuan Seks
2.6.1 Iklan produk peningkat kemampuan seks
hanya boleh disiarkan dalam media dan waktu
penyiaran yang khusus untuk orang dewasa.
2.6.2 Produk obat-obatan, vitamin, jamu, pangan,
jasa manipulasi, mantra dan sebagainya,
tidak boleh secara langsung, berlebihan, dan
atau tidak pantas, menjanjikan peningkatan
kemampuan seks.
2.7 Kosmetika
2.7.1 Iklan harus sesuai dengan indikasi jenis
produk yang disetujui oleh Departemen
Kesehatan RI, atau badan yang berwenang
untuk itu.
2.7.2 Iklan tidak boleh menjanjikan hasil mutlak
seketika, jika ternyata penggunaannya harus
dilakukan secara teratur dan terus menerus.
2.7.3 Iklan tidak boleh menawarkan hasil yang
sebenarnya berada di luar kemampuan
produk kosmetika.
2.8 Alat Kesehatan
2.8.1 Iklan harus sesuai dengan jenis produk yang
disetujui Departemen Kesehatan RI, atau
badan yang berwenang untuk itu.
2.8.2 Iklan kondom, pembalut wanita, pewangi atau
deodoran khusus dan produk-produk yang
bersifat intim lainnya harus ditampilkan
dengan selera yang pantas, dan pada waktu
penyiaran yang khusus untuk orang dewasa.
2.9 Alat dan Fasilitas Kebugaran atau PerampinganIklan yang menawarkan alat atau fasilitas kebugaran
atau perampingan, tidak boleh memberikan janji yang
tidak dapat dibuktikan ataupun mengabaikan efek
samping yang mungkin timbul akibat penggunaan alat
atau fasilitas tersebut.
2.10 Klinik, Poliklinik, dan Rumah Sakit
2.10.1 Iklan Klinik, poliklinik, atau rumah sakit
diperbolehkan hanya jika ia ditampilkan
sebagai entitas bisnis yang menawarkan jenis
jasa dan atau fasilitas yang tersedia. (Lihat
juga Penjelasan)
2.10.2 Iklan klinik, poliklinik, atau rumah sakit tidak
boleh menampilkan tenaga profesional medis
apa pun, ataupun segala atributnya, secara
jelas ataupun tersamar.
2.10.3 Klinik, poliklinik, atau rumah sakit tidak boleh
mengiklankan promosi penjualan dalam
bentuk apapun.
2.11 Jasa Penyembuhan Alternatif
2.11.1 Iklan penyembuhan alternatif hanya
diperbolehkan beriklan bila telah memiliki
ijin yang diperlukan.
2.11.2 Iklan penyembuhan alternatif tidak
boleh menyalahgunakan simbol, ayat atau
ritual keagamaan sebagai prasyarat
penyembuhannya.
2.12 Organ Tubuh Transplantasi dan DarahOrgan tubuh transplantasi seperti: ginjal, jantung,
kornea dan lain-lain, maupun darah manusia tidak
boleh diiklankan, baik untuk tujuan mencari
pembeli maupun penjual.
2.13 Produk Terbatas
2.13.1 Iklan produk terbatas tidak boleh
menyamarkan atau mengimplikasikan
produk dan atau pesan iklannya sedemikian
rupa, sehingga menihilkan maksud atau
tujuan dari peraturan tersebut.
2.13.2 Iklan produk terbatas tidak boleh
dipublikasikan melalui media dan atau waktu
penyiaran yang bukan untuk khalayak dewasa.
2.14 Jasa Profesi
Jasa-jasa profesi seperti dokter, pengacara, notaris,
akuntan, dll hanya dapat mengiklankan tentang jam
praktik atau jam kerja, dan pindah alamat, sesuai
dengan kode etik profesi masing-masing.
2.15 Properti
2.15.1 Iklan properti hanya dapat dimediakan
jika pihak pengiklan telah memperoleh
hak yang sah atas kepemilikan, maupun
seluruh izin yang diperlukan dari yang
berwenang, serta bebas dari tuntutan oleh
pihak lain manapun.
2.15.2 Jika iklan, atau katalog yang dirujuknya
mencantumkan ketentuan tentang jual-beli,
maka syarat-syaratnya harus jelas dan
lengkap.
2.16 Peluang Usaha dan InvestasiIklan produk investasi yang menawarkan
kesempatan berusaha, janji pengembalian modal,
pinjam-meminjam atau pembagian keuntungan, wajib
secara jelas dan lengkap menyebutkan sifat dan
bentuk penawaran serta secara seimbang
menyebutkan resiko yang mungkin dihadapi khalayak
jika menjadi investor.
2.17 Penghimpunan ModalIklan yang menawarkan penghimpunan modal harus
secara jelas mencantumkan bahwa penghimpunan
modal dimaksud hanya dilakukan melalui pasar
modal.
2.18 Dana Sosial dan Dana Amal
2.18.1 Iklan yang menyatakan sebagai sumbangan
untuk dana amal harus mencantumkan tujuan
untuk menyerahkan sekurang-kurangnya 2/3
bagian dari hasil bersih yang dihimpunnya
kepada badan sosial atau pihak yang akan
menerima sumbangan.
2.18.2 Iklan dana sosial atau dana amal harus
mencantumkan badan sosial/amal, atau pihak
yang akan menerima dana tersebut.
2.18.3 Setelah penyelenggaraan iklan dana sosial
atau dana amal, harus diikuti dengan iklan
laporan kepada publik yang merinci
perolehan dan peruntukan dari dana
sosial atau dana amal tersebut, serta
tempat dan waktu dilakukannya
penyerahan.
2.19 Kursus dan Lowongan Kerja
2.19.1 Iklan kursus tidak boleh mengandung janji
untuk memperoleh pekerjaan atau penghasilan
tertentu.
2.19.2 Iklan lowongan kerja tidak boleh secara
berlebihan menjanjikan gaji dan atau
tunjangan yang akan diperoleh.
2.19.3 Iklan lowongan kerja tidak boleh memberi
indikasi adanya diskriminasi atas suku,
agama atau ras tertentu.
2.20 Gelar Akademis
Iklan tidak boleh menawarkan perolehan gelar
akademis dengan cara membeli atau dengan
imbalan materi apa pun, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
2.21 Berita Keluarga
2.21.1 Iklan tidak boleh memberi pernyataan
pemutusan hubungan keluarga dari ataupun
terhadap orang yang berusia kurang dari 17
tahun.
2.21.2 Iklan tentang perceraian wajib mencantumkan
rujukan dari keputusan lembaga pemerintah
terkait. Iklan perceraian secara Islam wajib
mencantumkan tingkat talak atau rujukan
dari keputusan pengadilan agama terkait.
2.22 Gerai Pabrik (factory outlet)
Iklan gerai pabrik hanya boleh disiarkan untuk dan
atas nama pabrik yang bersangkutan atau pihak
yang ditunjuk secara resmi oleh pabrik tersebut.
2.23 Penjualan Darurat dan Lelang LikuidasiIklan tidak boleh digunakan untuk mengiklankan sesuatu
produk karena alasan kebangkrutan dengan tujuan untuk
menyesatkan atau mengelabui konsumen.
2.24 Kebijakan PublikIklan kebijakan publik (iklan pamong, iklan politik,
dan iklan Pemilu/Pilkada), harus memenuhi ketentuan
berikut:
2.24.1 Tampil jelas sebagai suatu iklan.
2.24.2 Tidak menimbulkan keraguan atau
ketidaktahuan atas identitas pengiklannya.
Identitas pengiklan yang belum dikenal
secara umum, wajib mencantumkan nama
dan alamat lengkapnya.
2.24.3 Tidak bernada mengganti atau berbeda
dari suatu tatanan atau perlakuan yang sudah
diyakini masyarakat umum sebagai
kebenaran atau keniscayaan.
2.24.4 Tidak mendorong atau memicu timbulnya
rasa cemas atau takut yang berlebihan
terhadap masyarakat.
2.24.5 Setiap pesan iklan yang mengandung
hanya pendapat sepihak, wajib menyantumkan
kata-kata “menurut kami”, “kami berpendapat”
atau sejenisnya.
2.24.6 Jika menyajikan atau mengajukan suatu
permasalahan atau pendapat yang bersifat
kontroversi atau menimbulkan perdebatan
publik, maka harus dapat – jika diminta
memberikan bukti pendukung dan atau
penalaran yang dapat diterima oleh lembaga
penegak etika, atas kebenaran permasalahan
atau pendapat tersebut.
2.24.7 Terkait dengan butir 2.24.6 di atas, iklan
kebijakan publik dinyatakan melanggar
etika periklanan, jika pengiklannya tidak
dapat atau tidak bersedia memberikan bukti
pendukung yang diminta lembaga penegak
etika periklanan.
2.24.8 Jika suatu pernyataan memberi rujukan
faktual atas temuan sesuatu riset, maka
pencantuman data-data dari temuan tersebut
harus telah dibenarkan dan disetujui oleh
pihak penanggungjawab riset dimaksud.
2.24.9 Tidak boleh merupakan, atau dikaitkan
dengan promosi penjualan dalam bentuk
apa pun.
2.25 Iklan Layanan Masyarakat (ILM)
2.25.1 Penyelenggaraan ILM yang sepenuhnya
oleh pamong atau lembaga nirlaba dapat
memuat identitas penyelenggara dan atau
logo maupun slogan.
2.25.2 Kesertaan lembaga komersial dalam
penyelenggaraan ILM hanya dapat memuat
nama korporatnya.
2.26 Judi dan Taruhan
Segala bentuk perjudian dan pertaruhan tidak
boleh diiklankan baik secara jelas maupun tersamar.
2.27 Senjata, Amunisi, dan Bahan Peledak
Senjata api dan segala alat yang dibuat untuk
mencelakakan atau menganiaya orang, maupun
amunisi dan bahan peledak tidak boleh diiklankan.
2.28 Agama
Agama dan kepercayaan tidak boleh diiklankan
dalam bentuk apapun.
2.29 Iklan Multiproduk
Jika sesuatu iklan tampil secara multiproduk atau
multimerek, maka setiap ketentuan etika periklanan
yang berlaku bagi masing-masing produk atau
merek tersebut berlaku pula bagi keseluruhan
gabungan produk atau merek tersebut.
3. Pemeran Iklan
3.1 Anak-anak
3.1.1 Anak-anak tidak boleh digunakan untuk
mengiklankan produk yang tidak layak
dikonsumsi oleh anak-anak, tanpa
didampingi orang dewasa.
3.1.2 Iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak
dalam adegan-adegan yang berbahaya,
menyesatkan atau tidak pantas dilakukan
oleh anak-anak.
3.1.3 Iklan tidak boleh menampilkan anak-anak
sebagai penganjur bagi penggunaan suatu
produk yang bukan untuk anak-anak.
3.1.4 Iklan tidak boleh menampilkan adegan
yang mengeksploitasi daya rengek (pester
power) anak-anak dengan maksud memaksa
para orang tua untuk mengabulkan permintaan
anak-anak mereka akan produk terkait.
3.2 Perempuan
Iklan tidak boleh melecehkan, mengeksploitasi,
mengobyekkan, atau mengornamenkan perempuan
sehingga memberi kesan yang merendahkan kodrat,
harkat, dan martabat mereka.
3.3 Jender
Iklan tidak boleh mempertentangkan atau membiaskan
kesetaraan hak jender dalam segala aspek kehidupan
sehari-hari. Hal ini mencakup:
3.3.1 Kewenangan; bahwa pria dan wanita
memiliki kewenangan yang setara.
3.3.2 Pengambilan keputusan; bahwa pria dan
wanita memiliki kemampuan yang setara
dalam mengambil keputusan.
3.3.3 Seksualitas; bahwa baik pria maupun wanita
tidak boleh dieksploitasi secara seksual.
3.3.4 Kekerasan dan pengendalian; bahwa tidak
boleh terdapat penggambaran kekerasan
dan atau pengendalian oleh pria terhadap
wanita ataupun sebaliknya, oleh wanita
terhadap pria.
3.3.5 Perbedaan; bahwa pria dan wanita di segala
tingkat usia memiliki kesempatan yang sama
dalam berperan atau berprestasi.
3.3.6 Bahasa bias gender; bahwa tidak boleh
terdapat kesan penggunaan istilah atau
32 33
ungkapan yang dapat disalahartikan atau 4. Wahana Iklan
yang dapat menyinggung perasaan sesuatu
jender, maupun yang mengecualikan pria atau 4.1 Media Cetak.
wanita. 4.1.1 Ukuran huruf pada iklan mini, baris, kecik
3.4 Penyandang Cacat dan sejenisnya, tidak boleh kurang dari 5,5
Iklan tidak boleh memberi kesan yang merendahkan point.
atau mengejek penyandang cacat. 4.1.2 Iklan dengan tampilan menyerupai
redaksional wajib mencantumkan kata-kata
3.5 Tenaga Profesional “Iklan No. ….” dengan ukuran sekurang
3.5.1 Iklan produk obat-obatan (baik obat-obatan kurangnya 10 point di tempat yang jelas
bebas maupun tradisional), alat-alat kesehatan, terbaca, dan tanpa bermaksud
kosmetika, perbekalan kesehatan rumah-menyembunyikannya.
tangga serta makanan dan minuman tidak 4.1.3 Iklan informatif, termasuk sisipan dan
boleh menggunakan tenaga profesional, suplemen, harus ditandai sesuai dengan
identitas, atau segala atribut profesi, baik jenis iklan informatif tersebut, di tempat
secara jelas maupun tersamar. yang jelas terbaca, dan tanpa bermaksud
3.5.2 Iklan yang mengandung atau berkaitan menyembunyikannya.
dengan profesi tertentu harus mematuhi
kode etik profesi tersebut. 4.2 Media Televisi
4.2.1 Iklan-iklan rokok dan produk khusus dewasa
3.6 Hewan (intimate nature) hanya boleh disiarkan mulai
Iklan tidak boleh menampilkan perlakuan yang tidak pukul 21.30 hingga pukul 05.00 waktu
pantas terhadap hewan, utamanya dari spesies yang setempat.
4.2.2 Materi iklan yang tepat sama tidak bolehdilindungi dan hewan peliharaan. ditampilkan secara sambung-ulang (back to
3.7 Tokoh Animasi back) lebih dari dua kali.
3.7.1 Penggunaan tokoh animasi sebagai peniruan 4.2.3 Dramatisasi, adegan berbahaya, dan
bimbingan orangtua:seorang tokoh atau sesuatu karakter yang a. Iklan yang menampilkan dramatisasi wajib
populer, harus atas ijin dari yang bersangkutan mencantumkan kata-kata “Adegan Iniatau pemilik hak atas karakter tersebut. Didramatisasi”.
3.7.2 Suatu tokoh animasi tidak boleh ditampilkan b. Iklan yang menampilkan adegansecara menakutkan atau menjijikkan secara berbahaya wajib mencantumkanberlebihan.
3.7.3 Penokohan sosok animasi harus tetap sesuai peringatan ”Adegan Berbahaya. Jangan
Ditiru”.
dengan nilai-nilai sosial dan budaya bangsa. c. Adegan yang tidak sepenuhnya layak
dikonsumsi oleh balita dan anak-anak,
harus mencantumkan kata-kata
“Bimbingan Orangtua” atau lambang
yang bermakna sama.
34 35
4.2.4 Visualisasi tulisan harus memenuhi syaratsyarat kontras dan kejelasan.
4.3 Media Radio
4.3.1 Iklan-iklan rokok dan produk khusus dewasa
(intimate nature) hanya boleh disiarkan mulai
pukul 21.30 hingga pukul 05.00 waktu
setempat.
4.3.2 Materi iklan yang tepat sama tidak boleh
ditampilkan secara sambung-ulang (back to
back) lebih dari dua kali.
4.3.3 Iklan radio yang menggunakan suara atau
efek bunyi yang menimbulkan imajinasi amat
mengerikan atau amat menjijikkan, hanya
boleh disiarkan kepada khalayak dan pada
waktu yang sesuai.
4.4 Media Luar-Griya (out-of-home media)
4.4.1 Hanya dapat dipasang pada lokasi atau
tempat yang telah memperoleh ijin dari pihak
yang berwenang.
4.4.2 Wajib menghormati dan menjaga bangunan
atau lingkungan yang dipelihara, dilindungi
atau dilestarikan oleh pamong atau
masyarakat, seperti bangunan atau monumen
bersejarah, taman nasional, atau panorama
alam, termasuk segala fasilitas dan akses
langsungnya.
4.4.3 Iklan luar griya tidak boleh ditempatkan
sedemikian rupa sehingga menutupi sebagian
atau seluruh iklan luar griya lain yang sudah
lebih dulu ada di tempat itu.
4.4.4 Tidak boleh ditempatkan bersebelahan atau
amat berdekatan dengan iklan produk pesaing.
4.4.5 Fondasi, konstruksi dan panel pada iklan luar
griya yang berbentuk papan iklan harus
didirikan sesuai dengan standar perhitungan
sipil, dan mekanika yang menjamin
keselamatan dan ketenteraman masyarakat
di sekitarnya.
4.4.6 Konstruksi maupun bidang iklan harus tampil
harmonis secara fisik maupun estetika,
terhadap bangunan, lingkungan, atau kota,
sesuai dengan peraturan daerah yang
berlaku.
4.4.7 Iklan luar griya yang berbentuk papan iklan
tidak boleh didirikan di median, separator
atau pulau jalan.
4.4.8 Iklan luar griya tidak boleh menutupi
pandangan pelalulintas, baik terhadap rambu
dan marka lalulintas, maupun terhadap
persimpangan jalan, lampu lalulintas,
pelintasan kereta api, maupun segala jenis
perangkat pengatur lalulintas lainnya.
4.4.9 Penataan pencahayaan media luar griya
tidak boleh menyilaukan mata pelalulintas.
4.4.10 Iklan media luar griya tentang minuman keras
hanya boleh dipasang pada lokasi atau
tempat dengan khalayak khusus dewasa.
4.5 Media Baru (new media)
Pesan periklanan pada media baru harus dapat
dibedakan antara inti pesan, dengan unsur satir atau
parodi, maupun dengan berita, karikatur atau fiksi.
4.5.1 Iklan pada media internet:
a. Tidak boleh ditampilkan sedemikian rupa
sehingga mengganggu kebisaan atau
keleluasaan khalayak untuk merambah
(to browse) dan berinteraksi dengan situs
terkait, kecuali telah diberi peringatan
sebelumnya.
b. Wajib mencantumkan secara jelas halhal berikut;
• alasan mengapa penerima pesan
dikirimi iklan tersebut;
• petunjuk yang jelas dan mudah tentang
cara untuk tidak lagi menerima kiriman
iklan dari alamat dan atau pihak yang
sama;
• alamat lengkap dari pengirim iklan;
36 37
jaminan atas hak-hak dan kerahasiaan
pribadi penerima pesan iklan tersebut.
c. Iklan daring (on-line) atau interaktif.
Iklan yang menawarkan sesuatu produk
melalui sesuatu media secara daring atau
interaktif, wajib mematuhi hal-hal sebagai
berikut:
tidak mensyaratkan perlunya
menyampaikan informasi tentang
khalayak tersebut yang lebih dari
kebutuhan bertransaksi atas produk
terkait;
tidak menggunakan informasi tentang
khalayak tersebut untuk hal-hal yang
tidak ada hubungannya dengan suatu
transaksi normal;
menjamin, bahwa metode pembayaran
yang diberlakukan kepada pihak pembeli
adalah aman dari penyadapan atau
penyalahgunaan oleh pihak manapun.
4.5.2 Layanan Pesan Ringkas (SMS – short message
service)
a. Iklan atau promosi melalui layanan pesan
ringkas tidak boleh menggunakan data
atau nomor ponsel ilegal, atau yang tidak
dapat dihubungi kembali.
b. Iklan atau promosi melalui layanan pesan
ringkas hanya boleh dilakukan kepada
mereka yang sudah menyetujui untuk
menerimanya. Kecuali jika penerimaan
pesan-pesan tersebut semata-mata
merupakan bagian atau konsekuensi dari
keterikatan mereka kepada atau atas
sesuatu, seperti keagenan, komunitas,
keanggotaan, dsb.
c. Iklan untuk berlangganan apa pun melalui
SMS harus juga mencantumkan cara
untuk berhenti berlangganan secara
jelas, mudah dan cepat.
4.6 Promosi Penjualan
4.6.1 Semua produk yang tidak boleh diiklankan, juga
tidak boleh dipromosikan dengan metode ini.
4.6.2 Iklan mengenai undian, sayembara, maupun
hadiah langsung yang mengundang kesertaan
konsumen, harus secara jelas dan lengkap
menyebut syarat-syarat kesertaan, masa
berlaku, dan tanggal penarikan undian, serta
jenis dan jumlah hadiah yang ditawarkan,
maupun cara-cara penyerahannya.
4.6.3 Iklan undian dan sayembara pada media
cetak, wajib mencantumkan izin yang berlaku.
4.6.4 Jika iklan promosi penjualan mencantumkan
penawaran rabat, potongan, atau diskon
harga, maka ia harus benar-benar lebih rendah
dari harga sebelumnya, bukan karena telah
didahului dengan menaikkan harga.
4.6.5 Iklan hadiah langsung tidak boleh mensyaratkan
“selama persediaan masih ada” atau ungkapan
lain yang bermakna sama.
4.6.6 Iklan tentang hadiah/bonus tidak boleh
menyatakan “…dan masih banyak lagi ” atau
ungkapan yang bermakna sama, kecuali secara
jelas menyebutkan jumlah yang dimaksud.
4.6.7 Nilai Rupiah atas sesuatu hadiah barang jika
dicantumkan, haruslah benar-benar sesuai
dengan harga pasar yang berlaku.
4.6.8 Uang, produk, ataupun fasilitas yang dijadikan
sebagai hadiah haruslah yang sudah dimiliki
secara sah oleh pengiklan yang berpromosi.
4.6.9 Rentang waktu antara pemuatan iklan
pertama promosi dengan pengumuman
pemenangnya, paling lama adalah enam
bulan almanak.
4.6.10 Iklan pengumuman pemenang harus dimuat
di media-media yang tepat sama dengan
iklan ajakan mengikuti promosi penjualan
tersebut. Kecuali jika pada iklan ajakan sudah
dicantumkan juga nama media dan jadwal
siar iklan pengumuman tersebut.
38 39
4.7 Pemasaran/Penjualan Langsung (direct marketing/selling)
4.7.1 Produk-produk tertentu, karena alasan
keselamatan atau yang memang sudah terkena
pembatasan oleh pamong, tidak boleh
menggunakan periklankan pemasaran.
Produk-produk ini antara lain, zat kimia
berbahaya, senjata atau amunisi, obat resep,
minuman keras maupun bir, dan rokok.
4.7.2 Pengiklan wajib mencantumkan secara lengkap
dan jelas; nama, alamat, dan masa berlaku
penawaran.
4.7.3 Pelayanan kepada konsumen harus tersedia
pada setiap hari dan jam kerja normal.
4.7.4 Jika kondisi fisik produk yang diiklankan dapat
amat mempengaruhi keputusan konsumen,
maka kondisi tersebut harus dinyatakan secara
benar, jelas, dan lengkap. Termasuk rincian
tentang dimensi, volume, berat, atau durasinya,
sesuai jenis produk yang diiklankan.
4.7.5 Produk yang harus digunakan atau lebih
berfungsi efektif dengan perlengkapan
tambahan atau periferal, harus dinyatakan
bersamaan dengan penyebutan harga dan
atau kondisi produk.
4.7.6 Jika memberi rujukan kepada sesuatu katalog,
maka katalog tersebut harus mencantumkan
syarat-syarat pembayaran, penukaran, atau
pengembalian barang secara lengkap dan
jelas.
4.7.7 Apabila penawaran memberikan janji
pemberian produk contoh, maka ia harus
sudah dapat diserahkan dalam waktu paling
lambat 28 hari almanak.
4.7.8 Jika menyantumkan jaminan pengembalian
produk atau penggantian uang, maka harus
jelas besarnya penggantian atau pengembalian
tersebut, beserta cara dan jangka waktu
pelaksanaannya.
4.7.9 Pengiklan wajib melayani setiap komunikasi
dari konsumen melalui telepon, faksimili,
SMS, internet, dsb., sesuai dengan yangdinyatakan pada iklan pemasaran/penjualan
langsung ini.
4.8 Perusahaan Basis Data (data base) (Lihat juga
Penjelasan)
4.8.1 Pencarian dan penghimpunan basis data wajibdilakukan secara jujur, serta menghormati
privasi dan hak-hak pribadi orang.
4.8.2 Basis data yang sudah dimiliki agar disimpan
secara aman, dan terjaga dari kemungkinanpenggunaan, pengungkapan, perubahan,
atau pengrusakan oleh pihak-pihak yang
tidak bertanggungjawab.
4.8.3 Basis data yang ditawarkan kepada, atau
untuk digunakan bagi keperluan pemesan,
wajib dijaga tetap akurat dan aktual.
4.8.4 Perusahaan basis data harus dapat
mengidentifikasi orang-orang yang menolak
informasi mereka digunakan untuk pihak
ketiga, maupun orang-orang yang belumdimintakan persetujuannya.
4.8.5 Perusahaan basis data harus bersedia untuk
segera menghentikan pemanfaatan informasidari orang-orang yang menolak penggunaan
informasi mereka untuk pihak ketiga.
4.8.6 Perusahaan basis data harus menghormatipermintaan seseorang untuk tidak lagi
memperoleh kiriman dari sesuatu produk,
perusahaan, atau pihak tertentu.
4.9 Penajaan (sponsorship)
4.9.1 Iklan yang tampil pada ruang atau waktu
penajaan tidak boleh dirancang sedemikianrupa, sehingga sama atau amat menyerupai
isi atau program yang ditajanya.
4.9.2 Identitas dari penaja sesuatu ruang atauwaktu media harus ditampilkan secara jelas.
4.9.3 Tajuk (editorial) sesuatu media tidak boleh
ditaja.
40 41
4.10 Gelar Wicara (talk show)
4.10.1 Pemandu gelar wicara harus mampu
memisahkan dengan jelas antara materi pokok
bahasan, dengan materi promosi sesuatu
produk.
4.10.2 Jika gelar wicara menampilkan tenaga
profesional, maka dia tidak boleh mengesankan
memberi kesaksian (testimony) atau anjuran
(endorsement), baik secara langsung maupun
tak langsung.
4.11 Periklanan Informatif (informative advertising)
4.11.1 Iklan advertorial, infotorial/infomersial,
edutorial/edumersial, inspitorial/inspimersial,
dan sebagainya di media harus secara jelas
memuat jenis iklan informatif tersebut, tanpa
bermaksud menyembunyikannya.
4.11.2 Iklan informatif wajib mencantumkan secara
jelas nama produk atau produsennya.
4.11.3 Iklan informatif tidak boleh mempromosikan
secara sepihak sesuatu kasus persengketaan
yang belum memiliki kekuatan hukum tetap.
4.12 Pemaduan Produk (product placement/integration)
Segala ketentuan pada bagian-bagian isi, ragam,
pemeran, dan wahana iklan, juga berlaku bagi
periklanan penempatan produk. (Lihat juga Penjelasan).
4.13 Penggunaan Data Riset
4.13.1 Data riset tidak boleh diolah atau dimanipulasi
sedemikian rupa sehingga tampilannya dalam
iklan dapat menyesatkan khalayak.
4.13.2 Data riset yang ditampilkan dalam sesuatu
iklan harus sudah disetujui oleh penyelenggara
riset terkait.
4.13.3 Iklan yang mencantumkan sesuatu hasil riset
harus menyebutkan sumber datanya.
4.14 Subliminal
Iklan tidak boleh ditampilkan sebagai subliminal.
(Lihat juga Penjelasan)
4.15 Subvertensi (subvertising)
Iklan tidak boleh ditampilkan sebagai subvertensi.
(Lihat juga Penjelasan)
B. TATA CARA
1. Penerapan Umum.
1.1 Individu atau organisasi usaha periklanan harus
merupakan entitas yang didirikan secara sah, dan
beridentitas jelas.
1.2 Semua pelaku dan usaha periklanan wajib
mengindahkan hak cipta.
1.3 Penawaran harga produksi atau penyiaran materi
periklanan, harus diajukan berdasarkan permintaan
dan taklimat (brief) resmi dari pemesan yang dilampiri
naskah, serta segala hal yang terkait dengan
kebutuhan pesanannya.
1.4 Izin produksi dan beban pajak yang timbul dalam
proses produksi atau penyiaran materi periklanan,
menjadi tanggungjawab pelaksana pesanan dan
menjadi bagian yang tak terpisahkan dari keseluruhan
penawaran harga yang diajukan kepada pemesan.
1.5 Ikatan kerja antara pemesan dan pelaksana pesanan
harus dikukuhkan dengan suatu perjanjian, yang
sekurang-kurangnya mencakup hal-hal sebagai
berikut:
1.5.1 Kesanggupan pelaksana untuk melaksanakan
dan menyelesaikan pesanan tersebut.
1.5.2 Spesifikasi, kualitas dan atau jumlah pesanan.
1.5.3 Syarat-syarat pemesanan dan jangka waktu
penyelesaiannya.
1.5.4 Harga, cara, dan waktu pelunasan yang
disepakati.
1.6 Pemesan wajib membayar pesanannya kepada
pelaksana pesanan sesuai jumlah, cara, dan batas
waktu yang sudah disepakati.
42 43
1.7 Komisi dan rabat harus diterimakan hanya kepada 2.2.4 Pencantuman nomor kunci (key number)
pemesan sebagai suatu badan usaha, bukan sebagai yang mengandung identitas perusahaanpribadi. periklanan pada materi periklanan, harus
1.8 Setiap usaha periklanan wajib melindungi dan hanya atas seijin pihak pengiklan.
menggunakannya untuk keperluan, atau atas seijin
pemilik yang sah, barang-barang hak milik pihak lain 2.3 Mitra Usaha
yang diproduksi, diserahkan atau dipinjamkan untuk
keperluan sesuatu pesanan. 2.3.1 Percetakan
1.9 Setiap usaha periklanan wajib memegang teguh dan Izin produksi dan beban pajak yang timbulbertanggungjawab atas kerahasiaan segala informasi dalam proses produksi barang cetakan
dan kegiatan periklanan dari klien, produk, atau materi menjadi tanggungjawab perusahaaniklan yang ditanganinya. percetakan, dan menjadi bagian tak
1.10 Ketidaksempurnaan hasil pesanan, tampilan iklan, terpisahkan dari keseluruhan penawaranatau pelaksanaan kesepakatan akibat kelalaian harga yang diajukan.
pelaksana pesanan, wajib diganti tanpa dipungut 2.3.2 Griya Produksi Filmpembayaran, atau sesuai perjanjian antara para pihak. Ikatan kerja antara griya produksi film
dengan pemesan harus mencakup juga hak
2. Produksi Periklanan atas kepemilikan, dan tanggungjawab atas
penyimpanan hasil produksi, serta
2.1 Pengiklanpersyaratan atas pesanan bulk copies.
2.1.1 Pengiklan wajib memberi taklimat periklanan 2.3.3 Griya Swara(advertising brief) atau keterangan yang Ikatan kerja antara griya rekaman suara
benar dan memadai mengenai produk yang dengan pemesan harus mencakup juga hak
akan diiklankan. (Lihat juga Penjelasan) atas kepemilikan, dan tanggungjawab atas
2.1.2 Pengiklan wajib menghormati standar usaha penyimpanan hasil produksi, serta
yang berlaku pada pelaku usaha periklanan. persyaratan atas pesanan bulk copies.
(Lihat juga Penjelasan). 2.3.4 Pelaksana Ajang (event organizer)
Pelaksana ajang wajib mempunyai
2.2 Perusahaan Periklanan organisasi, kompetensi dan sarana yang
2.2.1 Perusahaan periklanan wajib memiliki akses memadai untuk menyelenggarakan ajang,
terhadap informasi, prasarana, dan sarana sesuai dengan profil dan jumlah khalayaknya.
yang sesuai dengan bidang usahanya. Kompetensi dimaksud termasuk:
2.2.2 Perusahaan periklanan wajib menghormati a. Memiliki sendiri, atau akses padadan mematuhi Standar Usaha Periklanan pengarah lantai (floor director) dan
Indonesia (SUPI). pengarah panggung (stage director).
2.2.3 Perusahaan periklanan tidak boleh b. Kemampuan merancang run down acara.
menangani produk sejenis, kecuali dengan
persetujuan tertulis dari para pengiklan terkait.
44 45
3. Media Periklanan.
3.1 Data Perusahaan
Profil dan jumlah khalayak media wajib dinyatakan
secara benar, lengkap, dan jelas, berdasarkan sumber
data terbaik yang dimiliki media yang bersangkutan.
3.2 Cakupan Khalayak
Pernyataan tentang cakupan distribusi atau siaran
media haruslah yang sesuai dengan data pada
jangkauan efektif dan stabil.
3.3 Pemesan
Pembelian ruang dan waktu iklan di media hanya
dapat dilakukan oleh perusahaan yang beroperasi
secara sah di Indonesia.
3.4 Pesanan
Program, jadwal atau frekuensi penempatan iklan
harus dipegang teguh. Dalam hal terjadi force mayeur,
media yang bersangkutan harus memberitahukan
kepada pemesan pada kesempatan pertama.
3.5 Iklan Nirpesanan
Penyiaran iklan di luar pesanan resmi, harus mendapat
persetujuan dari pengiklan atau perusahaan periklanan
yang terkait.
3.6 Penempatan Iklan
Media wajib memisahkan sejauh mungkin penempatan
iklan-iklan dari produk yang sejenis atau bersaing.
Kecuali pada program, ruang, atau rubrik khusus yang
memang dibuat untuk itu.
3.7 Monopoli
Monopoli waktu/ruang/lokasi iklan untuk tujuan apa
pun yang merugikan pihak lain tidak dibenarkan.
3.8 Tarif
Tarif iklan yang berlaku harus ditaati oleh pemesan.
3.9 Informasi Dasar
Segala informasi dasar yang menyangkut tarif iklan,
program, ruang, waktu atau lokasi iklan, dan segala
bentuk rabat harus diumumkan secara terbuka, jujur dan
benar, dan diberlakukan seragam kepada semua pemesan.
3.10 Perubahan Tarif Iklan
Perubahan tarif iklan dan segala ketentuan penyiaran
wajib diberitahukan secara tertulis dan dalam
tenggang waktu yang layak.
3.11 Komisi dan Rabat
Komisi dan rabat optimal hanya diberikan kepada
perusahaan periklanan yang menjadi anggota asosiasi
penandatangan EPI.
Komisi dan rabat harus diperuntukkan hanya kepada
pemesan sebagai suatu badan usaha, bukan sebagai
pribadi.
3.12 Bukti Siar
Dokumen bukti penyiaran iklan wajib diserahkan
media kepada pemesan sesuai jadwal yang telah
disepakati.
3.13 Pemantauan
Pemantauan atas penyiaran iklan wajib dilakukan
perusahaan periklanan sebagai bagian dari layanan
usahanya.
3.14 PenggantianPenggantian iklan yang tidak memenuhi mutu
reproduksi atau siaran, ataupun tidak sesuai dengan
jadwal akibat kelalaian media, wajib diulang siar tanpa
biaya, atau diselesaikan menurut kesepakatan
sebelumnya antara para pihak.
3.15 PembayaranPembayaran iklan wajib dilakukan pemesan sesuai
dengan jumlah, syarat-syarat, dan jadwal yang sudah
disepakati.
46 47
3.16 Ancaman
Media tidak boleh memaksakan sesuatu pemesanan
iklan dari pengiklan atau perusahaan periklanan
dengan ancaman apa pun.
3.17 Ketentuan Lain
Pelaku periklanan wajib menghormati dan mematuhi
segala ketentuan lain yang berlaku bagi media
periklanan yang tercantum sebagai kode etik profesi
atau usaha media, dari asosiasi pengemban EPI.
IV. PENEGAKAN
A. LANDASAN
1. Pengertian EPI harus ditafsirkan dalam kerangka jiwa,
semangat dan isi sebagai satu kesatuan.
2. Penerapan EPI diberlakukan kepada setiap pelaku
periklanan nasional, baik sebagai individu atau profesional,
maupun sebagai entitas, atau usaha.
3. Penegakan dilakukan oleh Dewan Periklanan Indonesia
(DPI) dengan membentuk organisasi internal yang bertugas
khusus untuk itu. (Lihat juga Penjelasan)
4. Pengawasan pelaksanaan EPI dilakukan oleh lembagalembaga pemantau, pengamat, atau pengawas periklanan,
serta masyarakat luas dan pamong.
B. KELEMBAGAAN
1. Struktur DPI dibentuk dengan memperhatikan keterwakilan
dari segenap komponen industri periklanan nasional, dan
bersifat independen.
2. Kedudukan DPI menyatu dengan, dan mempersatukan
semua asosiasi dan lembaga yang menghimpun para
pelaku industri periklanan nasional.
3. Tugas DPI adalah memperkokoh landasan kepatuhan pada
etika periklanan melalui upaya-upaya peningkatan
tanggungjawab sosial kemasyarakatan dari para pelaku
periklanan.
4. Peran DPI adalah menjalankan kemitraan dengan pamong
dalam membina industri periklanan nasional.
48 49
C. PENERAPAN
1. EPI mendorong para asosiasi dan lembaga pengemban
dan pendukungnya untuk melakukan swakramawi (self
regulation).
2. Setiap asosiasi atau lembaga periklanan nasional wajib
ikut menegakkan EPI di lingkungan anggotanya.
3. Setiap asosiasi atau lembaga periklanan nasional wajib
menegur atau menjatuhkan sanksi terhadap anggotanya
yang terbukti melanggar EPI.
4. Setiap asosiasi atau lembaga periklanan nasional dapat
berkonsultasi dengan DPI untuk menyelesaikan pelanggaran
EPI yang dilakukan oleh anggotanya.
5. DPI berkewenangan menangani perselisihan tentang EPI
antara para anggota dari asosiasi atau lembaga yang
berbeda.
6. DPI berkewenangan memutuskan bentuk dan bobot sanksi
yang perlu dijatuhkan oleh asosiasi atau lembaga periklanan
nasional kepada anggotanya.
7. DPI secara berkala melakukan pembinaan ke dalam dan
mengupayakan perbaikan kelembagaan dan pengelolaannya,
demi efektivitas penegakan EPI.
D. PROSEDUR
1. DPI memperoleh informasi pelanggaran dari hasil
pemantauan atas iklan- iklan yang sudah disiarkan, maupun
dari laporan berbagai pihak.
2. DPI melayani keberatan publik atas iklan yang melanggar EPI.
3. Iklan yang melanggar idiologi negara, bersifat subversif
atau SARA dapat langsung diperintahkan untuk dihentikan
penyiarannya.
4. Iklan yang secara jelas melanggar EPI akan diminta untuk
dihentikan penyiarannya dengan diberi batas waktu tertentu.
5. Iklan yang hanya diduga melakukan pelanggaran EPI, akan
dibahas oleh DPI, untuk:
5.1 Mendengar penjelasan dan memperoleh bukti-bukti
pelengkap dari pihak yang terlibat.
5.2 Menghimpun informasi dan bukti tambahan dari
sumber atau pihak lain.
5.3 Memutuskan untuk:
a. Mengizinkan iklan tersebut seperti apa adanya; atau
b. Mengenakan sesuatu sanksi.
E. SANKSI
1. Bentuk sanksi terhadap pelanggaran memiliki bobot dan
tahapan, sebagai berikut:
1.1 Peringatan, hingga dua kali
1.2 Penghentian penyiaran atau mengeluarkan
rekomendasi sanksi kepada lembaga-lembaga terkait
dan atau menginformasikan kepada semua pihak
yang berkepentingan.
Untuk setiap tahapan diberikan rentang waktu.
2. Penyampaian sanksi dilakukan secara tertulis dengan
mencantumkan jenis pelanggaran dan rujukan yang
digunakan.
3. Distribusi penyampaian sanksi pada setiap bobot atau
tahap pelanggaran adalah sebagai berikut:
3.1 Peringatan Pelanggaran; kepada pihak pelanggar
dan asosiasi atau lembaga terkait.
3.2 Perintah Penghentian Penyiaran; kepada semua
pihak yang terlibat, asosiasi atau lembaga terkait,
serta media yang bersangkutan.
50 51
V. PENJELASAN
II.B.1. Tatanan
Bagian Pendahuluan menyampaikan latar belakang, sikap industri,
posisi dan fungsi EPI, serta informasi mengenai keseluruhan
makna kitab ini.
Bagian Ketentuan mencakup tata krama (code of conducts) atau
tatanan etika profesi, dan tata cara (code of practices) atau
tatanan etika usaha.
Bagian Penegakan merupakan jabaran dari administrasi
pengawasan, menyangkut landasan, kelembagaan, prosedur,
dan sanksi.
Bagian Penjelasan memberi keterangan tambahan mengenai
hal-hal yang dianggap perlu, utamanya yang terkait dengan
Bagian Ketentuan.
Bagian Lampiran mencantumkan acuan tentang ketentuanketentuan hukum positif terkait, sejarah ringkas tentang swakrama,
dan sumber-sumber rujukan yang digunakan untuk menyusun
EPI ini.
II.D.3. Pengiklan
Sukses tidaknya sesuatu kampanye periklanan amat dipengaruhi
oleh kebenaran dan kelengkapan informasi yang diterima pihak
perusahaan periklanan dari pihak pengiklan. Karena itu, dianjurkan
agar pengiklan bersedia memberi informasi produk, beserta
kegiatan komunikasi dan pemasarannya kepada perusahaan
periklanan yang menangani produk tersebut.
II.D.5. Perusahaan Periklanan
Semua perusahaan periklanan anggota PPPI menghormati dan
berupaya mematuhi Standar Usaha Periklanan Indonesia (SUPI)
yang merupakan kesepakatan interen antar anggota asosiasi
tersebut. Standar usaha ini antara lain mengatur tentang aturan
main perusahaan periklanan dalam menangani para pengiklan
atau produk-produk mereka.
II. D. Definisi
Selain definisi tentang pengertian-pengertian pokok, pada EPI
ini juga digunakan beberapa istilah yang demi kesamaan tafsir,
perlu diberi batasan yang baku. Beberapa istilah dimaksud adalah:
1. Anak-anak; ialah orang atau kelompok orang di bawah
usia 12 tahun, kecuali dinyatakan lain.
2. Balita; ialah anak yang berusia lima tahun atau kurang.
3. Bayi; ialah anak yang berusia 12 bulan atau kurang.
4. EPI; diperlakukan sebagai sistem nilai dan pedoman terpadu
tata krama (code of conducts) dan tata cara (code of practices)
yang berlaku bagi seluruh pelaku periklanan Indonesia. EPI
tidak bertentangan dengan undang-undang dan peraturan
perundangan. Jika untuk sesuatu hal ditemui penafsiran
ganda, maka makna undang-undang dan peraturan
perundangan yang dianggap sahih. Begitu pula jika terjadi
ketidaksesuaian, maka ketentuan terkait yang termaktub
dalam EPI ini dianggap batal dengan sendirinya.
Bahwa meskipun sistem nilai yang sudah ada dapat bergeser
akibat dinamika masyarakat, namun penyesuaian kepada
sistem nilai baru ini tidak serta-merta menggugurkan sistem
nilai yang terkandung dalam EPI ini.
5. Fotografer; ialah perorangan atau badan usaha yang
memiliki keahlian untuk membuat foto untuk materi siar iklan.
6. Griya Film; ialah suatu badan hukum atau organisasi yang
mempunyai keahlian dan sarana untuk memproduksi film
untuk iklan.
7. Griya Swara; ialah suatu badan hukum atau organisasi
yang mempunyai keahlian dan sarana untuk memproduksi
rekaman audio untuk iklan.
8. Halal; ialah adalah kondisi pangan yang tidak mengandung
unsur atau bahan yang haram atau dilarang untuk dikonsumsi
umat Islam, baik yang menyangkut bahan-bahan baku,
52 53
tambahan, bantu, atau bahan penolong lainnya. Termasuk
bahan pangan yang diolah melalui proses rekayasa genetika
dan iradiasi pangan, dan yang pengelolaannya dilakukan
sesuai dengan ketentuan hukum agama Islam. Batasan ini
sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah RI No. 69
tahun 1999, Pasal 1.
9. Hiperbolisasi; ialah teknik menampilkan pesan periklanan
yang dengan sengaja melebih-lebihkan secara amat sangat,
sehingga membuat sesuatu pesan atau adegan pesan
periklanan tampil jauh melampaui ambang penalaran atau
akal sehat. Teknik ini kadang digunakan untuk menciptakan
keunikan, humor, atau sekadar sebagai unsur penarik
perhatian.
10. Iklan; termasuk dalam pengertian iklan ialah : iklan korporat,
iklan layananan masyarakat, iklan promo program; tidak
termasuk dalam pengertian iklan ialah pemerekan (branding),
ajang (event), dan pawikraya (merchandising).
11. Iklan Korporat; ialah pesan komunikasi pemasaran yang
diprakarsai atau dibiayai oleh, dan diidentifikasikan hanya
dengan nama entitas produsen.
12. Iklan Layanan Masyarakat ; ialah pesan komunikasi publik
yang tidak bertujuan komersial tentang gagasan atau wacana,
untuk mengubah, memperbaiki, atau meningkatkan sesuatu
sikap atau perilaku dari sebagian atau seluruh anggota
masyarakat.
13. Iklan Produk Pangan; ialah setiap keterangan atau
pernyataan mengenai pangan dalam bentuk gambar, tulisan,
atau bentuk lain yang dilakukan dengan berbagai cara untuk
pemasaran dan atau perdagangan pangan, sebagaimana
dimaksud oleh Undang Undang RI No. 7/1996 dan Peraturan
Pemerintah RI No. 69 tahun 1999.
14. Karakter Periklanan (advertising character); ialah karakter
fiktif yang tampil dalam sesuatu pesan periklanan.
15. Kesaksian (testimony); ialah pernyataan tentang pengalaman
oleh seseorang tokoh ataupun orang biasa yang pernah
menggunakan atau mengkonsumsi sesuatu produk.
16. Komponen Periklanan Nasional; ialah asosiasi atau
lembaga pengemban EPI.
17. Konsumen; ialah pengguna dari sesuatu produk yang diiklankan.
18. Lembaga Pemantau Periklanan; ialah organisasi yang
bertugas atau menugaskan dirinya untuk mengamati,
mengumpulkan, menganalisis, dan memberi pendapat
ataupun kritik tentang pesan-pesan komunikasi pemasaran.
19. Media; dapat berbentuk surat kabar, majalah, televisi, radio,
papan iklan, poster, pos langsung, petunjuk penjualan,
selebaran, pengantar penawaran, halaman kuning, alat
peraga, novelti, internet, dan sebagainya.
Media massa menyasar khalayak luas, selain lingkungan
sektor, industri, profesi atau entitasnya sendiri.
Media nonmassa menyasar khalayak terbatas di sekitar
sektor, industri, profesi atau entitasnya sendiri.
20. Media Baru; ialah suatu saluran komunikasi nonkonvensional
yang secara elektronik menyampaikan pesan periklanan
berupa teks, tanda, citra, atau paduannya, baik secara daring
(on line) ataupun secara laring (off line), serta dengan atau
tanpa pengenaan harga premium. Ia melibatkan pihak-pihak
Penyedia Layanan Akses Internet (Internet Access Service
Provider), Inang Isi Internet (Internet Content Host),
Pengembang Isi (Content Developer), Penghimpun Penyedia
Jasa Aplikasi (ASP Aggregator), Penyedia Tautan (Link
Provider ), dan Perusahaan Telekomunikasi
(Telecommunication Company). Media baru dapat berbentuk
rentangan (banner), milis terhimpun (bulk email list), telusur
konteks (contextual search), pemasaran surel (email
marketing), pertukaran tautan (link exchange), bayar per-klik
(pay per-click), layanan pesan singkat (SMS), layanan
multimedia (MMS), dan lain sebagainya.
54 55
21. Media Luar-Griya (out-of-home media); ialah segala media
visual yang berada di luar lingkungan rumahtangga yang
memuat pesan periklanan untuk khalayak.
Media Luar Griya dapat berbentuk papan iklan berukuran
raksasa di jalan raya, poster pada bangunan, panel di bandara,
terminal bus atau kendaraan, hingga stiker di tempat-tempat
umum lainnya, di dalam ataupun di luar bangunan. Strukturnya
bisa berdiri sendiri, ditumpangkan pada bangunan, ataupun
menempel di sesuatu bidang permukaan.
22. Merek; ialah tanda atau cap pendaftaran, ataupun identitas
sesuatu produk yang telah terdaftar secara sah pada instansi
yang berwenang.
23. Minuman Keras; ialah semua jenis minuman yang
mengandung kadar alkohol 1% atau lebih, dan bukan obat,
atau sebagaimana ditetapkan oleh Pamong.
24. Model; ialah seseorang yang memainkan peran atau
mencerminkan suatu peran dalam iklan. Peran ini dapat
berupa gambar, foto, suara, tandatangan, maupun atribut
lainnya yang dikenal publik, ataupun gabungan dari antaranya.
25. Obat; ialah segala produk yang dimaksud Ketentuan Umum
Pasal I pada Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI. No.
125/Kab/B.VII/71 tanggal 9 Juni 1971, termasuk penjelasan,
beserta tambahan, ataupun penggantinya.
26. Pamong; ialah semua lembaga penyelenggara negara
Republik Indonesia.
27. Pelaksana Ajang; ialah suatu organisasi yang mewujudkan
suatu kegiatan komunikasi pemasaran dengan menghimpun
peserta, penonton atau khalayak, dengan tujuan untuk menjual
dan atau mempromosikan sesuatu produk.
28. Pelaksana Pesan; ialah individu atau organisasi yang
menerima dan mewujudkan perintah kerja dari pemesan.
Pelaksana Pesan dapat berupa perusahaan periklanan,
media periklanan, griya produksi, atau pelaksana ajang.
29. Pelaku; ialah pengiklan, perusahaan periklanan, atau media
periklanan.
30. Pemaduan Produk (product integration); ialah penempatan
atau penyisipan sesuatu produk secara menyatu (in-program)
dalam alur cerita sesuatu film cerita, acara televisi, rekaman
video, dsb. Kadang disebut juga ”penempatan produk” (product
placement).
31. Pemasaran; ialah seluruh kegiatan atau proses yang
memadukan segenap keunggulan dan potensi sesuatu
produk, serta harga, distribusi, dan promosinya, agar diperoleh
daya guna dan hasil guna yang sebesar-besarnya.
32. Pemasaran/Penjualan Langsung (direct marketing/selling);
ialah transaksi jual-beli atas sesuatu produk antara pengiklan
dan konsumennya melalui komunikasi periklanan, bukan secara
tatap muka di gerai pengiklan. Pengiriman produk tersebut
oleh pengiklan kepada konsumen dilakukan menggunakan
jasa pos, kurir, ataupun sarana pengiriman lain.
33. Pemesan; ialah pembeli ruang, waktu, atau lokasi sesuatu
media periklanan atau pembeli jasa penunjang lain di bidang
periklanan.
34. Penajaan (sponsorship); ialah penyelenggaraan, pelaksanaan,
atau penyiaran sesuatu ajang atau program dengan imbalan
tertentu kepada penyelenggara, pelaksana, atau media,
dengan biaya dan jangka waktu yang disepakati.
35. Penempatan Produk (product placement); ialah penempatan
atau penyisipan sesuatu produk secara menyatu
(in-program) dalam alur cerita sesuatu film cerita, acara
televisi, rekaman video, dsb. Kadang disebut juga
”pemaduan produk” (product integration).
36. Penganjur (endorser); ialah tokoh ataupun orang biasa
yang ditampilkan dalam sesuatu pesan periklanan untuk
mengajak orang lain menggunakan atau mengkonsumsi
sesuatu produk yang diiklankan tersebut, tanpa mengesankan
56 57
bahwa dia sendiri pernah menggunakan atau mengkonsumsi
produk terkait.
37. Periklanan; pengertian ini mencakup penjualan/pemasaran
langsung (direct selling/marketing), publisitas, promosi
penjualan, advertorial/infotorial/inspitorial dsb., huwara (adlib),
sisipan media (media insert), teks berjalan (running text),
logo/merek beranimasi, serta semua bentuk baru komunikasi
pemasaran, termasuk yang menggunakan teknologi informasi
38. Periklanan Informatif (informative advertising); ialah
penyampaian pesan periklanan dengan teknik atau tampilan
laiknya karya jurnalistik. Termasuk di sini advertorial, infotorial,
edutorial, inspitorial, dan sebagainya.
39. Periklanan Kebijakan Publik (public policy advertising);
ialah kampanye komunikasi pemasaran yang mengungkapkan
pendapat sesuatu kelompok tentang sesuatu isu yang terkait
dengan kebijakan atau tindakan terhadap publik. Termasuk
disini adalah periklanan pamong (government advertising),
periklanan politik (political advertising), dan periklanan
pemilihan umum atau pemilihan kepala daerah (electoral
advertising).
40. Perusahaan Basis Data (data base); ialah organisasi yang
berorientasi laba yang mencari, menghimpun, mengolah,
mengelola, memanfaatkan, dan mengaktualkan daftar
tentang informasi pribadi orang dan atau rumahtangga.
41. Perusahaan Percetakan; ialah suatu badan usaha yang
bergerak dibidang cetak-mencetak dalam arti yang seluasnya
untuk keperluan periklanan.
42. Pesanan; ialah segala sesuatu yang diperintahkan oleh
pemesan untuk diwujudkan atau dilaksanakan.
43. Pornografi; ialah penampilan gambar dan atau suara dalam
pesan periklanan yang mengeksploitasi erotisme atau seksualitas.
44. Pornoaksi; ialah perbuatan yang dimaksudkan untuk
mempertontonkan dan/atau mengeksploitasi kegiatan erotisme
atau seksualitas.
45. Produk; ialah segala sesuatu yang diiklankan, meliputi
barang, jasa, gagasan, peristiwa, fasilitas, atau orang.
46. Produk Terbatas; ialah produk-produk yang oleh peraturan
perundang-udangan telah dibatasi media, cakupan, dan atau
waktu publikasinya seperti zat kimia berbahaya, rokok,
minuman keras, obat keras, aprodisiak, atau obat yang
hanya dapat diperoleh dengan resep, dsb.
47. Promosi Penjualan; ialah kegiatan periklanan yang dikaitkan
dengan pemberian kesempatan untuk memperoleh harga,
hadiah atau layanan khusus.
48. Properti; ialah lahan hunian (real estate) dan lahan industri
(industrial estate), berikut segala jenis bangunan permanen
di atasnya.
49. Rekanan Lain; ialah perorangan atau badan usaha yang atas
permintaan Pemesan, memproduksi produk atau jasa untuk
menghasilkan atau melaksanakan sebagian atau seluruh materi
atau kegiatan periklanan. Termasuk dalam perusahaan
Rekanan Lain adalah berbagai talenta khusus, seperti artis
desain, artis musik, koreografer, food stylist, produsen produk
grafika atau barang promosi, dan lain sebagainya.
50.Subliminal; ialah penempatan atau penyisipan pesan periklanan
amat singkat – umumnya kurang dari sepertiga detik – pada
saat-saat adegan klimaks dalam film, program televisi atau
rekaman video sedemikian rupa, sehingga dapat menyusup
ke dalam alam bawah sadar manusia. Subliminal dapat
menyebabkan calon konsumen mengikuti pesan periklanan
tersebut tanpa sadar atau tanpa nalar. Karena itu, selain
menyusup privasi khalayak, ia juga tidak menghormati hak
calon konsumen untuk menolak atau memilih.
51. Subvertensi (subvertising); ialah praktik periklanan denganmenyabot pesan periklanan pihak pesaing, dengan menindihpesan lama dengan pesan baru — pada ruang atau waktuyang sama — yang merupakan plesetan, parodi, ataupun tipuanatas pesan-pesan periklanan asli dari pengiklan asli, sedemikainrupa, sehingga menampilkan makna yang sebaliknya,
mencemooh atau merendahkan pesaing tersebut. Praktik ini
58 59
utamanya dilakukan terhadap lawan korporat dan politik,
namun kadang-kadang ditemui juga pada iklan-iklan produkatau merek.
52. Surat Elektronik (e-mail); ialah pesan yang ditransmisikanmelalui jejaring komunkasi kepada satu atau lebih orang.
Pesan dapat berupa tulisan yang ditulis melalui papan ketikataupun berkas elektronis yang tersimpan dalam disk.
53. Talenta; ialah orang dengan keahlian tertentu untuk digunakan
dalam memproduksi pesan periklanan.
54. Waktu Penyiaran Dewasa; ialah pukul 21.30 – 05.00 waktu
setempat.
III. A. 1.1 Hak Cipta
Termasuk yang dilindungi oleh hak cipta adalah penggalan film
(footage), citra (image), maupun komposisi musik. Dalam hal
pemilik hak cipta dimaksud tidak dapat diketahui, maka calon
pengguna wajib mengiklankan maksudnya melalui media nasional,
dengan memberi batas waktu kepada pemilik hak cipta atau ahli
warisnya untuk menghubungi pihak calon pengguna.
III. A. 1.27 Khalayak Anak-anak
Iklan yang ditujukan kepada anak-anak dianjurkan untuk ikut
mendukung pertumbuhan dan pengembangan optimum atas
kesejahteraan umum mereka, khususnya dalam aspek-aspek
pendidikan dan kesehatan.
III. A. 2.4 Iklan Produk Pangan
Iklan produk pangan disarankan agar mencantumkan sifat, bahan,
mutu, komposisi dan atau manfaat dengan mengindahkan
keamanan dan kesehatan bagi manusia.
III. A. 2.10 Klinik, Poliklinik, dan Rumah Sakit
Sesuai Penjelasan dalam Kode Etik Rumah Sakit Indonesia
(tahun 2000), promosi sebagai alat pemasaran rumah sakit dapat
dilakukan, meskipun ia lebih merupakan penyuluhan yang bersifat
informatif, edukatif, preskriptif, dan preparatif bagi khalayak dan
pasien.
a. Informatif; dengan memberi pengetahuan mengenai segala
yang terkait dengan layanan dan atau program rumah sakit
yang efektif.
b. Edukatif; dengan memperluas wawasan khalayak tentang
berbagai fungsi dan program rumah sakit, serta penyelenggaraan
upaya kesehatan dan perbekalan kesehatan.
c. Preskriptif; dengan pemberian petunjuk-petunjuk tentang
peran pencari layanan kesehatan dalam proses dianosis
atau terapi.
d. Preparatif; dengan membantu pasien dan atau keluarganya
dalam proses pengambilan keputusan.
III. A. 2.24 Iklan Kebijakan Publik
Dalam periklanan tentang kebijakan publik, EPI membedakannya
berdasarkan tiga macam inti pesan yang dikandungnya. Ketiga
macam periklanan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Periklanan pamong (government advertising); yaitu periklanan
yang memprosmosikan tentang kebijakan kepamongan atau
oleh penyelenggara negara.
b. Periklanan politik (political advertising); yaitu yang
mempromosikan pengetahuan, pengalaman, atau pendapat
sesuatu kelompok tentang kebijakan publik. Termasuk di sini
periklanan tentang pendidikan politik dan yang diselenggarakan
oleh lembaga-lembaga kemasyarakatan.
c. Periklanan pemilihan umum (electoral advertising); yaitu
periklanan partai politik atau pemilihan legislatif, serta presiden
dan wakil presiden (Pemilu), maupun pemilihan kepala daerah
(Pilkada), dan disiarkan pada periode kampanye yang
ditetapkan oleh lembaga resmi terkait.
Penjabaran lebih lanjut tentang periklanan pamong dan periklanan
politik terdapat pada bagian lain kitab ini.
60 61
Khusus tentang periklanan Pemilu/Pilkada, ada pihak-pihak yang
menghendaki agar EPI tidak ikut mengaturnya. Hal ini merujuk
pada kenyataan di beberapa negara demokratis dan besar yang
sudah lama mengadakan Pemilu/Pilkada langsung. Alasan-alasan
mereka untuk tidak mengatur periklanan Pemilu/Pilkada ini, dapat
dikelompokkan dalam empat rangkuman berikut:
a. Jika periklanan Pemilu/Pilkada ditampung, konsekuensinya
adalah Dewan Periklanan Indonesia harus juga terlibat sebagai
lembaga penegak etika periklanan Pemilu/Pilkada. Padahal
adalah tidak pantas bagi suatu lembaga yang bukan peserta
atau wakil dari peserta Pemilu/Pilkada untuk mencampuri
salah satu aspek dari proses tersebut.
b. Periklanan Pemilu/Pilkada senantiasa memperoleh perhatian
dan liputan besar dari media massa, sehingga senantiasa
memicu perdebatan publik yang kesemuanya sudah dengan
sendirinya berfungsi laiknya pengaturan dan penegakan.
c. Pengalaman menunjukkan bahwa suatu kasus pelanggaran
lebih kerap baru diketahui dan dikaji setelah ia terjadi, padahal
masa kampanye pemilihan umum relatif amat singkat sedang
penelusuran maupun keputusan atas kasus tersebut baru
dapat dilakukan setelah berakhirya masa kampanye tersebut.
Dalam situasi sedemikian, segala keputusan tentang kasus
dimaksud oleh lembaga penegak etika periklanan tidak akan
cukup memberi pengaruh atas pelanggaran yang sudah terjadi.
d. Terkait dengan butir c. di atas, adalah juga fakta bahwa untuk
penegakan aturan main periklanan politik, sudah ada otoritas
pengawas pemilihan umum, yaitu Panitia Pengawas Pemilihan
Umum (Panwaslu). Lembaga ini bahkan mempunyai
kompetensi untuk dapat bertindak segera, dan dengan
kewenangan penuh di tingkat hukum positif.
Walaupun demikian, terdapat alasan-alasan yang lebih kuat dan
mendasar untuk tetap membuat ketentuan etika bagi periklanan
Pemilu/Pilkada. Alasan-alasan tersebut bukan hanya sejalan
dengan prinsip-prinsip dasar etika periklanan, namun juga amat
bermanfaat bagi kepentingan masyarakat luas, seperti:
a. Bagaimanapun, kampanye promosi gagasan atau individu
pada Pemilu/Pilkada adalah juga kegiatan periklanan,
sehingga ia sudah seharusnya tunduk pula kepada etika
periklanan.
b. Salah satu landasan utama dalam penyelenggaraan
periklanan adalah kenyataan sekaligus kemampuannya untuk
mengidentifikasi produk-produk yang sah atau resmi, dan
sudah tersedia di pasar atau di tengah masyarakat.
Memayungi periklanan politik dalam naungan etika periklanan
umum akan membuat gagasan kebijakan publik atau
ketokohan seseorang dalam kampanye Pemilu/Pilkada jadi
benar-benar memiliki legitimasi sebagai produk-produk yang
layak dipasarkan.
c. Tidak semua produk yang beriklan dapat mencapai sukses
seperti yang diharapkan oleh pengiklannya. Kampanye
periklanan yang keliru justru kian menghancurkan produk
tersebut. Ini berarti ada risiko yang harus juga selalu
diperhitungkan oleh pengiklan periklanan Pemilu/Pilkada,
sehingga mereka dapat lebih jujur dan berhati-hati dalam
mengemukakan janji-janji kampanyenya. Risiko tersebut
amat baik bagi kepentingan masyarakat.
d. Sejalan dengan butir c. di atas, janji-janji pada pesan
periklanan Pemilu/Pilkada, di kemudian hari, akan dijadikan
rujukan oleh masyarakat dalam menilai kinerja pihak yang
memenangi Pemilu/Pilkada tersebut.
e. Produk yang beriklan membiayai kampanyenya dengan
anggaran yang umumnya sebanding dengan nilai ekuitas
produk tersebut. Ini berarti, besar-kecilnya anggaran periklanan
Pemilu/Pilkada dari sesuatu pihak akan dijadikan acuan oleh
masyarakat untuk menilai pihak tersebut. Dalam hal periklanan
Pemilu/Pilkada, jumlah dan sumber anggaran yang tidak
dipercaya masyarakat justru akan merusak reputasi dan citra
peserta Pemilu/Pilkada terkait. Ini berarti periklanan Pemilu
/Pilkada dapat pula menjadi alat kontrol sosial yang efektif.
f. Yurisprudensi kasus-kasus periklanan menunjukkan masih
adanya silang-tafsir atas perangkat hukum yang ada di
Indonesia, utamanya dalam hal menentukan pihak yang
paling bertanggungjawab atas suatu isi pesan periklanan.
Memberi ketentuan etika pada periklanan Pemilu/Pilkada
akan mengukuhkan posisi norma-norma etika periklanan
sebagai pendukung dan pelengkap hukum positif, sekaligus
dapat menjadi penentu atas tafsir hukum.
g. Adalah kenyataan juga bahwa penyelenggaraan Pemilu
/Pilkada langsung – yang kemudian dalam prosesnya
62 63
melahirkan periklanan Pemilu/Pilkada – di Indonesia masih
merupakan kebijakan dan praktik baru di bidang periklanan.
Karena itu, kemungkinan terjadinya pelanggaran,
kesimpangsiuran, hinggga ketidaktahuan, masih amat besar.
Ketentuan-ketentuan etika adalah rujukan amat terkait dan
penting untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Dari sisi lain, kemungkinan terjadinya kendala-kendala tertentu
dalam penegakan etika bagi periklanan Pemilu/Pilkada, diyakini
dapat diatasi dengan penyempurnaan struktur dan adminsitrasinya.
III. A. 4.7 Pemasaran/Penjualan Langsung (direct marketing
/selling)
Iklan untuk produk yang ditawarkan dengan metode pemasaran
langsung mencakup pemesanan lewat surat (mail order) dan atau
situs web dan atau respon langsung (direct response) dapat
diterbitkan, atau disiarkan.
Pengiklan yang termasuk dalam kegiatan periklanan pemasaran
langsung adalah penghimpun alamat (list compiler), pemilik,
pengguna, pialang, pengelola, dan griya pengeposan (mailing
house), serta semua pihak yang terlibat dalam penyiapan iklan
maupun untuk melayani tanggapannya.
IV. Penegakan
Para asosiasi pendukung EPI bersepakat bahwa upaya
menegakkan etika periklanan akan lebih efektif dengan menjaga
diri sebelum terlibat pelanggaran, ketimbang sudah telanjur terjadi.
Karena itu, menganjurkan kepada semua pelaku periklanan agar
senantiasa melakukan konfirmasi ulang jika menemui informasi
yang diduga tidak benar, tidak tepat, tidak lengkap, atau meragukan
yang diterima dari mitra usahanya untuk ditindaklanjuti. Informasi
ini dapat berawal dari taklimat periklanan (advertising brief) dalam
berbagai cakupan dan kedalaman, maupun cara penyampaiannya,
hingga persepsi yang ditimbulkan oleh ilustrasi, simbolisasi ataupun
efek, baik secara visual maupun audio, dari materi iklan yang siap
siar.
Anjuran juga berlaku bagi iklan-iklan yang inti pesannya
mengandung hal-hal yang masih perlu dibuktikan atau dilengkapi,
64
seperti:
a. Klaim sebagai yang pertama; dalam hal apa pun;
b. Temuan atau data riset; yang tidak wajar;
c. Peluang usaha, termasuk waralaba; yang mengharuskan
penyetoran uang dan atau dari pengiklan yang tidak dikenal;
d. Tawaran kerja-dari-rumah; yang tidak menjelaskan jenis dan
syarat-syarat kebekerjaan;
e. Pengiklan berpindah-pindah (itinerant); yang tidak dapat
menunjukkan nama yang bersangkutan atau perusahaanya
serta alamat atau domisili yang terdaftar secara sah;
f. Pengangkatan, pengalihan atau penggantian agen/dealer resmi;
g. Iklan keluarga, khususnya tentang pemutusan hubungan
keluarga dan perceraian;
h. dan lain sebagainya.
Dalam praktiknya, penegakan EPI perlu dilakukan secara bertingkat
dari orang per orang, organisasi usaha periklanan, asosiasi pengemban
atau pendukungnya, hingga Dewan Periklanan Indonesia (DPI).
65
LAMPIRAN – 1
HUKUM POSITIF TENTANG PERIKLANAN
Tatanan hukum yang ada saat ini akan menyidik dan menuntut
pelaku pelanggaran hukum di bidang periklanan sama dengan
dalam kasus-kasus pelanggaran hokum lainnya, dengan memberi
bobot tertentu terhadap pemerakarsa atau otak, pelaku utama
dan yang membantu terjadinya pelanggaran tersebut.
Dalam kasus-kasus periklanan, pelanggaran atas peraturan
peraturan yang dapat langsung dituduhkan kepada pelaku, baik
secara perdata maupun secara pidana, adalah sebagai
berikut:
• KU PERDATA/BW, tetang Perdagangan
• KUH PIDANA, tentang Perdagangan
• UU RI No. 8/1999, tentang Perlindungan Konsumen
• UU RI No. 40/1999, tentang Pers
• UU RI No. 32/2002, tentang Penyiaran
• UU RI No. 7/1996, tentang Pangan
• PP RI No. 69/1999, tentang Label dan Iklan Pangan
• SK Menteri Kesehatan RI No. (Rancangan), tentang Petunjuk
Pelaksanaan PP RI No. 69/1999, tentang Label dan Iklan
Pangan
• PP RI No. 19/2003, tentang Pengamanan Rokok Bagi Kesehatan
• SK Menteri Kesehatan RI No. 368/Men.Kes/SK/IV/1994,
tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional,
Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga, Makanan-Minuman.
KU PERDATA/BW
1. Pasal 1473 BW;
Si penjual diwajibkan menyatakan dengan tegas untuk apa
ia mengikatkan dirinya; segala janji yang tidak terang dan
dapat diberikan berbagai pengertian, harus ditafsirkan untuk
kerugiannya.
2 Pasal 1474 BW;
Penjual mempunyai dua kewajiban utama, yaitu
menyerahkan barangnya dan menanggungnya.
3 Pasal 1491 BW;
Penanggungan yang menjadi kewajiban penjual terhadap
pembeli, adalah untuk menjamin dua hal, yaitu pertama
penguasaan benda yang dijual secara aman dan tentram;
kedua terhadap adanya cacat-cacat barang tersebut yang
disembunyikan atau yang sedemikian rupa hingga menerbitkan
alasan pembatalan pembeliannya.
4 Pasal 1504 BW;
Si penjual diwajibkan menanggung cacat tersembunyi pada
barang yang dijual, yang membuat barang itu tak sanggup
untuk pemakaian yang dimaksudkan atau yang sedemikian
mengurangi pemakaian itu sehingga seandainya si pembeli
mengetahui cacat itu, ia sama sekali tidak memberi barangnya,
atau tidak akan membelinya selain dengan harga yang kurang.
KUH PIDANA
1. Pasal 382 Bis;
Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau
memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri
atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan
khalayak umum atau seorang tertentu, diancam, jika perbuatan
itu dapat menimbulkan kerugian bagi konkuren-konkurennya
atau konkuren-konkuren orang lain, karena persaingan curang,
dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan
atau pidana denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah.
66 67
2. Pasal 386 Ayat (1);
Barang siapa menjual, menawarkan atau menyerahkan barang
makanan atau minuman atau obat, sedang diketahuinya
barang-barang itu dipalsukan atau kepalsuan itu disembunyikan,
dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.
UU RI No. 8 Tahun 1999
Tentang
Perlindungan Konsumen
Pasal 9
(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan,
mengiklankan suatu barang dan atau jasa secara tidak benar,
dan atau seolah-olah :
a. Barang tersebut telah memenuhi dan atau memiliki potongan
harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode
tertentu, karateristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
b. Barang tersebut dalam keadaan baik dan atau baru;
c. Barang dan atau jasa tersebut telah mendapatkan dan
atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu,
keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
d. Barang dan atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan
yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
e. Barang dan atau jasa tersebut tersedia;
f. Barang tersebut tidak mengalami cacat tersembunyi;
g. Barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
h. Barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
i. Secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang
dan atau jasa lain;
j. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman,
tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek
sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
k. Mengandung sesuatu yang mengandung janji yang belum
pasti.
(2) Barang dan atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilarang untuk diperdagangkan.
(3) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap ayat
(1) dilarang melanjutkan penawaran, promosi, dan pengiklanan
barang dan atau jasa tersebut.
Pasal 10
Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang
ditujukan untuk memperdagangkan dilarang menawarkan,
mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan yang
tidak benar atau menyesatkan mengenai:
a.harga atau tarif suatu barang dan atau jasa;
b.kegunaan suatu barang dan atau jasa;
c. kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi suatu
barang dan atau jasa;
d.tawaran potongan harga atau hadiah menarik yang
ditawarkan;
e.bahaya penggunaan barang dan atau jasa.
Pasal 11
Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau
mengiklankan suatu barang dan atau jasa dengan harga atau
tarif khusus dalam waktu dan jumlah tertentu, jika pelaku usaha
tersebut tidak bermaksud untuk melaksanakannya sesuai dengan
waktu dan jumlah yang ditawarkan, dipromosikan atau diiklankan.
Pasal 13
(1) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau
mengiklankan suatu barang dan atau jasa dengan cara
menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa
lain secara cuma-cuma dengan maksud tidak memberikannya
atau memberikannya tidak dengan sebagaimana yang
dijanjikannya.
(2) Pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan atau
mengiklankan obat, obat tradisional, suplemen makanan, alat
kesehatan, dan jasa pelayanan kesehatan dengan cara
menjanjikan pemberian hadiah berupa barang dan atau jasa
lainnya.
68 69
Pasal 17
(1) Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang :
a. mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan,
kegunaan dan harga barang dan atau tarif jasa serta
ketepatan waktu penerimaan barang dan atau jasa;
b. mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan atau jasa;
c. memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak
tepat mengenai barang dan atau jasa;
d. tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang
dan atau jasa;
e. mengeksploitasi kejadian dan atau seseorang tanpa seizin
yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan;
f. melanggar etika dan atau ketentuan peraturan perundangundangan mengenai periklanan.
(2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran
iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1).
Pasal 20
Pelaku usaha periklanan bertanggungjawab atas iklan yang
diproduksi dan segala akibat yang di timbulkan oleh iklan tersebut.
Sanksi Administratif
Pasal 60
(1) Badan Penyelesaian sengketa konsumen berwenang
menjatuhkan sanksi administratif terhadap pelaku usaha yang
melanggar Pasal 19 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 20, Pasal
25 dan Pasal 26.
(2) Sanksi administrasif berupa penetapan ganti rugi paling
banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta Rupiah).
(3) Tata cara penetapan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan
perundang-undangan.
Sanksi Pidana
Pasal 61
Penuntutan pidana dapat dilakukan terhadap pelaku usaha dan
atau pengurusnya.
Pasal 62
(1) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 13 ayat
(2), Pasal 15, Pasal 17 ayat (1), huruf a, huruf b, huruf c, huruf e
ayat (2), dan Pasal 18 dipidana dengan pidana penjara paling
lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak
Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar Rupiah).
(2) Pelaku usaha yang melanggar ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13 ayat (1), Pasal
14, Pasal 16 dan Pasal 17 ayat (1) huruf d dan huruf f dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2(dua) tahun atau pidana
denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta
Rupiah).
(3) Terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit
berat, cacat tetap atau kematian diberlakukan ketentuan
pidana yang berlaku.
Pasal 63
Terhadap sanksi pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 62,
dapat dijatuhkan hukuman tambahan, berupa:
a.perampasan barang tertentu;
b.pengumuman keputusan hakim;
c. pembayaran ganti rugi;
d.perintah penghentian kegiatan tertentu yang menyebabkan
timbulnya kerugian konsumen;
e.kewajiban penarikan barang dari peredaran; atau
f. pencabutan izin usaha.
70 71
UU RI No. 40 Tahun 1999
Tentang
Pers
Pasal 13
Perusahaan pers dilarang memuat iklan:
a.yang berakibat merendahkan martabat suatu agama dan
atau mengganggu kerukunan hidup antar umat beragama,
serta bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat;
b.minuman keras, narkotika, psikotropika, dan zat adiktiflainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku;
c. peragaan wujud rokok dan atau penggunaan rokok.
UU RI No. 32 Tahun 2002
Tentang
Penyiaran
Siaran iklan
Pasal 46
(1) Siaran iklan terdiri atas siaran iklan niaga dan siaran iklan
layanan masyarakat.
(2) Siaran iklan wajib menaati asas, tujuan, fungsi dan arahpenyiaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pasal 3,
Pasal 4, dan Pasal 5.
(3) Siaran iklan niaga dilarang melakukan:
a.promosi yang berhubungan dengan ajaran suatu agama,
ideologi, pribadi dan atau kelompok yang menyinggung
perasaan dan atau merendahkan martabat agama lain,
ideologi lain, pribadi lain atau kelompok lain;
b.promosi minuman keras atau sejenisnya, dan bahan atau
zat adiktif;
c.promosi rokok yang memperagakan wujud rokok;
d.hal–hal yang bertentangan dengan kesusilaan masyarakat
dan nilai–nilai agama; dan atau
e.eksploitasi anak dibawah usia 18 tahun.
(4) Materi siaran iklan yang disiarkan melalui lembaga penyiaran
wajib memenuhi persyaratan yang dikeluarkan KPI.
(5) Siaran iklan niaga yang disiarkan menjadi tanggungjawab
lembaga penyiaran.
(6) Siaran iklan niaga yang disiarkan pada mata acara siaran
` anak–anak wajib mengikuti standar siaran untuk anak–anak.
(7) Lembaga penyiaran wajib menyediakan waktu untuk siaran
iklan layanan masyarakat.
(8) Waktu siaran iklan niaga untuk lembaga penyiaran swasta
sebanyak–banyaknya 20% (dua puluh persen) sedangkan
untuk lembaga penyiaran publik paling banyak 15% (lima
belas persen) dari seluruh waktu siaran.
(9) Waktu siaran iklan layanan masyarakat untuk Lembaga
Penyiaran Swasta sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen)
dari siaran iklan niaga, sedangkan untuk Lembaga Penyiaran
Publik sekurang-kurangnya 30% (tigapuluh persen) dari
siaran iklannya
(10) Waktu siaran lembaga penyiaran dilarang dibeli oleh siapapun
untuk kepentingan apapun kecuali untuk siaran iklan.
(11) Materi siaran iklan wajib menggunakan sumber daya dalam negeri.
72 73
UU RI No. 7 Tahun 1996
Tentang
Pangan
Pasal 33
1. Setiap label atau iklan tentang pangan yang diperdagangkan
harus memuat keterangan mengenai pangan dengan benar
dan tidak menyesatkan.
2. Setiap orang dilarang memberikan keterangan atau
pernyataan tentang pangan yang diperdagangkan melalui,
dalam dan atau dengan label atau iklan apabila keterangan
atau pernyataan tersebut tidak benar atau menyesatkan.
Pasal 34
1. Setiap orang yang menyatakan dalam label atau iklan bahwa
pangan yang diperdagangkan adalah sesuai dengan
persyaratan agama atau kepercayaan tertentu,
bertanggungjawab atas kebenaran pernyataan berdasarkan
persyaratan agama atau kepercayaan tersebut.
PP RI No. 69 Tahun 1999
Tentang
LABEL DAN IKLAN PANGAN
BAB III.
IKLAN PANGAN
Bagian Pertama
UMUM
Pasal 45
1. Setiap orang yang memproduksi dan atau memasukkan
kedalam wilayah Indonesia pangan untuk diperdagangkan,
dilarang memuat pernyataan dan atau keterangan yang tidak
benar dan atau yang dapat menyesatkan dalam iklan.
2. Penerbit, pencetak, pemegang izin siaran radio atau televisi,
agen atau medium yang dipergunakan untuk menyebarkan
iklan, turut bertanggungjawab terhadap isi iklan yang tidak
benar, kecuali yang bersangkutan telah mengambil tindakan
yang diperlukan untuk meneliti kebenaran isi iklan yang
bersangkutan.
3. Untuk kepentingan pengawasan, penerbit, pencetak,
pemegang izin siaran radio atau televisi, agen dan atau
medium yang dipergunakan untuk menyebarkan iklan dilarang
merahasiakan identitas, nama dan alamat pemasang iklan.
Pasal 47
1. Iklan dilarang dibuat dalam bentuk apapun untuk diedarkan
dan atau disebarluarkan dalam masyarakat dengan cara
mendiskreditkan produk pangan lainnya.
2. Iklan dilarang semata-mata menampilkan anak-anak berusia
dibawah 5 (lima) tahun dalam bentuk apapun, kecuali pangan
tersebut diperuntukkan bagi anak-anak yang berusia dibawah
5 (lima) tahun.
3. Iklan tentang pangan olahan tertentu yang mengandung
bahan-bahan yang berkadar tinggi yang dapat membahayakan
dan atau mengganggu pertumbuhan dan atau perkembangan
anak-anak dilarang dimuat dalam media apapun yang secara
khusus ditujukan untuk anak-anak.
4. Iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi yang
berusia sampai dengan 1 (satu) tahun dilarang dimuat dalam
media massa, kecuali dalam media cetak khusus tentang
kesehatan, setelah mendapat persetujuan Menteri Kesehatan,
dan dalam iklan yang bersangkutan wajib memuat keterangan
bahwa pangan yang bersangkutan bukan pengganti ASI.
74 75
Bagian Kedua
Iklan Pangan yang berkaitan dengan Gizi dan Kesehatan
Pasal 48
Pernyataan dalam bentuk apapun tentang manfaat pangan bagi
kesehatan yang dicantumkan pada iklan dalam media massa,
harus disertai dengan keterangan yang mendukung pernyataan
itu pada iklan yang bersangkutan secara jelas sehingga mudah
dipahami oleh masyarakat.
Pasal 49
1. Iklan dalam media massa yang menyatakan bahwa pangan
tersebut adalah pangan yang diperuntukkan bagi orang yang
menjalankan diet khusus, wajib mencantumkan unsur-unsur
dari pangan yang mendukung pernyataan tersebut.
2. Selain keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
iklan tersebut wajib pula memuat keterangan tentang
kandungan gizi pangan serta dampak yang mungkin terjadi
apabila pangan tersebut dikonsumsi oleh orang lain yang
tidak menjalankan diet khusus dimaksud.
Pasal 50
Iklan dilarang memuat keterangan atau pernyataan bahwa pangan
tersebut adalah sumber energi yang unggul, dan segera
memberikan kekuatan.
Bagian Ketiga
Iklan tentang Pangan untuk Kelompok Orang Tertentu
Pasal 51
1. Iklan tentang pangan yang diperuntukkan bagi bayi dan atau
anak berumur dibawah lima tahun wajib memuat keterangan
mengenai peruntukannya.
2. Selain keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
iklan dimaksud harus pula memuat peringatan mengenai
dampak negatif pangan yang bersangkutan bagi kesehatan.
Pasal 52
Iklan tentang pangan olahan yang mengandung bahan yang dapat
mengganggu pertumbuhan dan atau kesehatan anak, wajib
memuat peringatan tentang dampak negatif pangan tersebut bagi
pertumbuhan dan kesehatan anak.
Pasal 53
Iklan dilarang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan
yang bersangkutan dapat berfungsi sebagai obat.
Bagian KeempatIklan yang berkaitan dengan Asal dan Sifat Bahan Pangan
Pasal 54
Iklan tentang pangan yang dibuat tanpa mengunakan atau hanya
sebagian menggunakan bahan baku alamiah dilarang memuat
pernyataan atau keterangan bahwa pangan yang bersangkutan
seluruhnya dibuat dari bahan alamiah.
Pasal 55
Iklan tentang pangan yang dibuat dari bahan setengah jadi atau
bahan jadi, dilarang memuat pernyataan atau keterangan bahwa
pangan tersebut dibuat dari bahan yang segar.
Pasal 56
Iklan yang memuat pernyataan atau keterangan bahwa pangan
telah diperkaya dengan vitamin, mineral atau zat penambah gizi
lainnya tidak dilarang, sepanjang hal tersebut benar dilakukan
pada saat pengolahan pangan tersebut.
76 77
Pasal 57
Pangan yang dibuat atau berasal dari bahan alamiah tertentu
hanya dapat dilakukan sebagai berasal dari bahan baku alamiah
tersebut, apabila pangan tersebut mengandung bahan alamiah
yang bersangkutan tidak kurang dari persyaratan minimal yang
ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia.
Bagian Kelima
Iklan Tentang Minuman Beralkohol
Pasal 58
1. Setiap orang dilarang mengiklankan minuman beralkohol
dalam media massa apapun.
2. Minuman beralkohol sebagaimana dimaksud alam ayat (1)
adalah minuman berkadar etanol (C2H5OH) lebih dari atau
sama dengan 1% (satu per seratus )
PP RI No. 19 Tahun 2003
Tentang
PENGAMANAN ROKOK BAGI KESEHATAN
Bab II
PENYELENGGARAAN PENGAMANAN ROKOK
Bagian Ketiga
Keterangan pada Label
Pasal 6
1. Setiap orang yang memproduksi rokok wajib mencantumkan
informasi tentang kandungan kadar nikotin dan tar setiap
batang rokok, pada label dengan penempatan yang jelas
dan mudah dibaca.
2. Pencantuman informasi tentang kandungan kadar nikotin
dan tar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditempatkan
pada salah satu sisi kecil setiap kemasan rokok, dibuat kotak
dengan garis pinggir 1 (satu) mm, warna kontras antara
warna dasar dan tulisan, ukuran tulisan sekurang-kurangnya
3 (tiga) mm, sehingga dapat jelas dibaca.
Pasal 7
Selain pencantuman kandungan kadar nikotin tar bagaimana
dimaksud dalam Pasal 6, pada kemasan harus dicantumkan pula:
a. kode produksi pada setiap kemasan rokok;
b. tulisan peringatan kesehatan pada label di bagian kemasan
yang mudah dilihat dan dibaca.
Pasal 8
1. Peringatan kesehatan pada setiap label harus berbentuk
tulisan.
2. Tulisan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa
“merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung,
impotensi dan gangguan kehamilan dan janin”.
Pasal 9
1. Tulisan peringatan kesehatan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (2) dicantumkan dengan jelas pada label di
bagian kemasan yang mudah dilihat dan dibaca.
2. Tulisan peringatan kesehatan dicantumkan pada salah satu
sisi lebar setiap kemasan rokok, dibuat kotak dengan garis
pinggir 1 (satu) mm, warna kontras antara warna dasar dan
tulisan ukuran tulisan sekurang-kurangnya 3 (tiga) mm.
sehingga dapat jelas dibaca.
Bagian Kelima
Iklan dan Promosi
Pasal 16
1. Iklan dan promosi rokok hanya dapat dilakukan oleh setiap
orang yang memproduksi rokok dan/atau yang memasukkan
rokok ke dalam wilayah Indonesia.
78 79
2. Iklan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukandi media elektronik, media cetak, media luar ruang.
3. Iklan pada media elektronik sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) hanya dapat dilakukan pada pukul 21.30 sampaidengan pukul 05.00 waktu setempat.
Pasal 17
Materi iklan sebagaimana dimaksud dalam pasal 16 ayat (2)
dilarang :
a. merangsang atau menyarankan orang untuk merokok;
b. menggambarkan atau menyarankan bahwa merokok
memberikan manfaat bagi kesehatan;
c. memperagakan atau menggambarkan dalam bentuk gambar,
tulisan atau gabungan keduanya, bungkus rokok, rokok atau
orang sedang merokok atau mengarah pada orang yang
sedang merokok;
d. ditujukan terhadap atau menampilkan dalam bentuk gambaratau tulisan atau gabungan keduanya, anak, remaja, atau
wanita hamil;
e. mencantumkan nama produk yang bersangkutan adalah rokok;
f. bertentangan dengan norma yang berlaku dalam masyarakat.
Pasal 18
1. Setiap iklan pada media elektronik, media cetak dan media
luar ruang harus mencantumkan peringatan bahaya merokok
bagi kesehatan.
2. Pencantuman peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) harus ditulis dengan huruf yang jelas sehingga mudahdibaca, dan dalam ukuran yang proporsional disesuaikan
dengan ukuran iklan tersebut.
Pasal 19
Setiap orang yang memproduksi rokok dan / atau memasukkan
rokok kedalam wilayah Indonesia dilarang melakukan promosi
dengan memberikan secara cuma-cuma atau hadiah berupa rokokatau produk lainnya dimana dicantumkan bahwa merek dagang
tersebut merupakan rokok.
Pasal 20
Kegiatan sponsor dalam rangka iklan dan promosi yang dilakukan
oleh setiap orang yang memproduksi rokok dan/atau yang
memasukkan rokok ke dalam wilayah Indonesia, hanya dapat
dilakukan dengan tetap mengikuti ketentuan periklanan dan
promosi sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 21
1. Setiap orang yang memproduksi rokok dan/atau memasukkan
rokok ke wilayah Indonesia dalam melakukan iklan dan
promosi rokok pada suatu kegiatan harus memenuhi
persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Pasal
17, Pasal 18, Pasal 19 dan Pasal 20.
2. Pimpinan atau penanggung jawab suatu kegiatan
berkewajiban menolak bentuk promosi rokok yang tidak
memenuhi Pasal 16, Pasal 17, Pasal 18, Pasal 19 dan Pasal 20.
80 81
SK MENTERI KESEHATAN RI No. 386/Men.Kes/SK/IV/1994
Tentang
Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional,
Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga, Makanan-Minuman
PEDOMAN PERIKLANAN OBAT BEBAS
PETUNJUK TEKNIS
Secara umum iklan obat harus mengacu pada “Tata Krama dan
Tata Cara Periklanan Indonesia”, tetapi khusus untuk hal–hal
yang bersifat teknis media, maka penerapannya harus didasarkan
pada pedoman ini.
A. UMUM
1. Obat yang dapat diiklankan kepada masyarakat adalah
obat yang sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku tergolong dalam obat bebas atau obat bebas
terbatas, kecuali dinyatakan lain.
2. Obat yang dimaksud dalam butir (1) dapat diiklankan apabila
telah mendapat nomor persetujuan pendaftaran dari
Departemen Kesehatan RI.
3. Iklan obat dapat dimuat di media periklanan setelah
rancangan iklan tersebut disetujui oleh Departemen
Kesehatan RI.
4. Nama obat yang dapat diiklankan adalah nama yang
disetujui dalam pendaftaran.
5. Iklan obat hendaknya dapat bermanfaat bagi masyarakat
untuk pemilihan penggunaan obat bebas secara rasional.
6. Ikaln obat tidak boleh mendorong penggunaan berlebihan
dan penggunaan terus menerus.
7. Informasi mengenai produk iklan dalam iklan harus sesuai
dengan kriteria yang ditetapkan dalam pasal 41 ayat (2)
Undang–undang No. 23 Tahun 1992 tentang kesehatan
sebagai berikut:
Obyektif;
Harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan
yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat
kemanfaatan dan keamanan obat yang telah disetujui.
Lengkap;
Harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat
obat, tetapi juga memberikan informasi tentang hal–hal
yang harus diperhatikan, misalnya adanya kontra indikasi
dan efek samping.
Tidak menyesatkan;
Informasi obat harus jujur, akurat, bertanggungjawab serta
tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat akan
suatu masalah kesehatan. Disamping itu, cara penyajian
informasi harus berselera baik dan pantas serta tidak boleh
menimbulkan persepsi khusus di masyarakat yang
mengakibatkan penggunaan obat berlebihan atau tidak
berdasarkan pada kebutuhan.
8. Iklan obat tidak boleh ditujukan untuk khalayak anak-anak
atau menampilkan anak-anak tanpa adanya supervisi
orang dewasa atau memakai narasi suara anak–anak
yang menganjurkan penggunaan obat. Iklan obat tidak
boleh menggambarkan bahwa keputusan penggunaan
obat diambil oleh anak–anak.
9. Iklan obat tidak diperankan oleh tenaga profesi kesehatan
atau aktor yang berperan sebagai profesi kesehatan atau
menggunakan “setting” yang beratribut profesi kesehatan
dan laboratorium.
10. Iklan obat tidak boleh memberikan pernyataan superlatif,
komperatif tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat.
11. Iklan obat tidak boleh :
11.1 Memberikan anjuran dengan mengacu pada pernyataan
profesi kesehatan mengenai khasiat, keamanan dan mutu
obat (misalnya, “Dokter saya merekomendasi…”).
11.2 Membeikan anjuran mengenai khasiat, keamanan dan
mutu obat yang dilakukan berlebihan.
12. Iklan obat harus memuat anjuran untuk mencari informasi yang
tepat kepada profesi kesehatan mengenai kondisi kesehatan
tertentu.
13. Iklan obat tidak boleh menunjukkan efek/kerja obat segera
sesudah penggunaan obat.
14. Iklan obat tidak boleh menawarkan hadiah ataupun memberikan
pernyataan garansi tentang indikasi, kegunaan/manfaat obat
15. Iklan obat harus mencantumkan spot peringatan perhatian
sebagai berikut:
82 83
VITAMIN
BACA ATURAN PAKAI
BACA ATURAN PAKAI
Jenis Huruf (font) : Helvetica, Medium
Ukuran Huruf : 18 pts
Jarak Baris (leading) : 18 (100%) Profesional
Jarak Kata (letter spacing) : Normal (100%)
Jarak Huruf (word spacing) : Normal (100%)
Ukuran kotak spot tersebut harus dibuat proporsional (antara
spot dan halaman iklan), sehingga spot tersebut
terlihat mencolok.
17. Iklan obat harus mencantumkan informasi mengenai :
17.1 Komposisi zat aktif obat dengan nama INN (khusus
untuk media cetak); untuk media lain, apabila ingin
menyebutkan komposisi zat aktif harus dengan nama
INN.
17.2 Indikasi utama obat dan informasi mengenai keamanan
obat.
17.3 Nama dagang obat.
17.4.Nama dagang industri farmasi.
17.5 Nomor pendaftaran (khusus untuk media cetak)
BACA ATURAN PAKAI
JIKA SAKIT BERLANJUT,
HUBUNGI DOKTER
Kecuali untuk iklan vitamin, spot peringatan perhatian
sebagai berikut:
BACA ATURAN PAKAI
16. Ketentuan minimum yang harus dipenuhi oleh spot
peringatan dalam butir (15) adalah sebagai berikut:
16.1 Untuk Media Televisi: Spot iklan harus dicantumkan
dengan tulisan yang jelas terbaca pada satu screen
/gambar terakhir dengan ukuran minimal 30% dari
screen dan ditayangkan minimal selama 3 detik.
16.2 Untuk Media Radio: Spot iklan harus dibacak pada
akhir iklan dengan jelas dan dengan nada suara tegas.
16.3 Untuk Media Cetak : Spot dicantumkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
OBAT
BACA ATURAN PAKAI
JIKA SAKIT BERLANJUT,
HUBUNGI DOKTER
BACA ATURAN PAKAI
JIKA SAKIT BERLANJUT,
HUBUNGI DOKTER
Jenis Huruf (font) : Helvetica, Medium
Ukuran Huruf : 18 pts
Jarak Baris (leading) : 18 (100%) Profesional
Jarak Kata (letter spacing) : Normal (100%)
Jarak Huruf (word spacing) : Normal (100%
84 85
B. KHUSUS
1. VITAMIN
–
–
–
Iklan vitamin harus dalam konteks sebagai suplemen
makanan pada keadaan tubuh tertentu, misalnya
keadaan sesudah sakit/operasi, masa kehamilan dan
menyusui serta lanjut usia.
Iklan vitamin tidak boleh terkesan memberikan anjuran
bahwa vitamin dapat menggantikan makanan
(Substitusi), atau vitamin mutlak dibutuhkan seharihari pada keadaan dimana gizi makanan sudah cukup.
Iklan vitamin tidak boleh memberikan kesan bahwa
pemeliharaan kesehatan (umur panjang, awet muda,
kecantikan) dapat tercapai hanya dengan penggunaan
vitamin.
-Iklan vitamin tidak boleh memberikan informasi secara
langsung atau tidak langsung bahwa penggunaan
vitamin dapat menimbulkan energi, kebugaran,
peningkatan nafsu makan, pertumbuhan dan
kecerdasan, mengatasi stress, ataupun peningkatan
kemampuan seks.
1.1. VITAMIN C
1.1.1. Iklan hanya boleh diindikasikan untuk:
-mengatasi kekurangan vitamin C seperti pada
sariawan dan perdarahan gusi.
-Untuk keadaan dimana kebutuhan akan vitamin
C meningkat seperti pada keadaan sesudah
operasi, sakit, hamil dan menyusui, anak dalam
pertumbuhan dan lansia.
1.1.2. Mencantumkan spot peringatan perhatian
seperti pada ketentuan umum.
1.2. MULTIVITAMIN DAN MINERAL
1.2.1. Iklan hanya boleh diindikasikan untuk pencegahan
dan mengatasi kekurangan vitamin dan mineral,
misalnya sesudah operasi, sakit, wanita hamil
dan menyusui, anak dalam masa pertumbuhan
serta lansia.
1.2.2. Mencantumkan spot peringatan perhatian
seperti pada ketentuan umum.
2. OBAT PEREDA SAKIT DAN PENURUN PANAS
2.1. Iklan hanya boleh diindikasikan untuk meringankanrasa sakit misalnya: sakit kepala, sakit gigi, nyeri otot
dan atau menurunkan panas.
2.2. Mencantumkan spot peringatan perhatian seperti pada
ketentuan umum.
3. OBAT FLU
3.1. Iklan hanya boleh diindikasikan untuk meredakan
gejala flu seperti demam, sakit kepala, hidung
tersumbat dan pilek.
3.2. Mencantumkan informasi bahwa penggunaan obat flu
yang mengandung antihistamin dapat menyebabkan
ngantuk.
3.3 Mencantumkan spot peringatan perhatian seperti
pada ketentuan umum.
4. OBAT ASMA
4.1 Iklan hanya boleh diindikasikan untuk meringankangejala sesak napas karena asma.
4.2 Mencantumkan informasi bahwa gejala sesak napas
telah pasti karena asma, dan penggunaan obat tidak
boleh lebih dari dosis yang dianjurkan.
4.3 Mencantumkan spot peringatan perhatian seperti pada
ketentuan umum.
5. OBAT BATUK
5.1 ANTITUSIF
5.1.1 Iklan hanya boleh diindikasikan untuk meredakan
batuk yang tidak berdahak.
5.1.2 Mencantumkan spot peringatan perhatian
seperti pada ketentuan umum.
5.2 EKSPEKTORAN
5.2.1 Iklan hanya boleh diindikasikan untuk meredakan
batuk berdahak.
5.2.2 Mencantumkan spot peringatan perhatian
seperti pada ketentuan umum.
86 87
5.3 ANTITUSIF+EKSPEKTORAN+ANTIHISTAMIN
5.3.1 Iklan hanya boleh diindikasikan untuk meredakan
batuk berdahak yang disertai pilek.
5.3.2 Mencantumkan informasi bahwa penggunaan
obat yang mengandung antihistamin dapat
menyebabkan ngantuk.
6. ANTASIDA
6.1 Iklan hanya boleh diindikasikan untuk mengatasi gejala
sakit maag seperti: perih, kembung, mual.
6.2 Mencantumkan informasi bahwa makan teratur dapat
mengurangi gejala sakit maag.
6.3 Mencantumkan spot peringatan perhatian seperti pada
ketentuan umum.
7. OBAT CACING
7.1. Iklan hanya boleh diindikasikan untuk pengobatan
infeksi kecacingan sesuai dengan tujuan penggunaan
yang disetujui oleh Departemen Kesehatan.
7.2. Mencantumkan informasi agar menjaga kebersihan
badan, makanan dan lingkungan.
7.3. Mencantumkan spot peringatan perhatian seperti pada
ketentuan umum.
8. OBAT JERAWAT
8.1. Iklan hanya boleh diindikasikan untuk membantu
menghilangkan jerawat.
8.2. Mencantumkan informasi bahwa menjaga kebersihan
muka secara teratur membantu menghindarkan
timbulnya jerawat.
8.3. Mencantumkan spot peringatan perhatian seperti pada
ketentuan umum.
9. OBAT GOSOK
9.1. OBAT GOSOK DENGAN TUJUAN UNTUK DIHIRUP
UAPNYA
9.1.1. Iklan hanya boleh diindikasikan untuk penggunaan
lokal pada kulit dan untuk dihirup uapnya serta
meredakan gejala pilek pada orang dewasa dan
anak-anak.
9.1.2. Mencantumkan informasi agar menghentikan
penggunaan obat bila terjadi alergi kuli.
9.2. OBAT GOSOK DENGAN TUJUAN UNTUK ANALGESIA
LOKAL
9.2.1. Iklan hanya boleh diindikasikan sebagai obat
gosok untuk meringankan gejala-gejala flu, otot
kaku dan nyeri, gatal-gatal serta gigitan serangga.
9.2.2. Mencantumkan informasi agar menghentikan
penggunaan obat bila terjadi alergi kulit.
9.2.3. Mencantumkan spot peringatan perhatian
seperti pada ketentuan umum.
10. OBAT KULIT (TOPIKAL)
10.1 Iklan hanya boleh diindikasikan untuk mengatasiinfeksi karena jamur sesuai dengan tujuan penggunaan
yang disetujui Departemen Kesehatan.
10.2 Mencantumkan informasi agar menjaga kebersihan
tubuh untuk menghindari penyakit kulit.
10.3 Mencantumkan spot peringatan perhatian seperti pada
ketentuan umum.
11.OBAT ANTIHISTAMIN (TOPIKAL)
11.1 Iklan hanya boleh diindikasikan untuk mengurangigejala alergi kulit seperti: kaligata, gigitan serangga
dan meringankan kulit terbakar karena sinar matahari
serta biang keringat.
11.2. Mencantumkan spot peringatan perhatian seperti pada
ketentuan umum.
12.OBAT TETES MATA
12.1 Iklan hanya boleh diindikasikan untuk meredakan
iritasi mata yang ringan.
12.2 Mencantumkan spot peringatan perhatian seperti pada
ketentuan umum.
13.OBAT TETES HIDUNG
13.1 Iklan hanya boleh diindikasikan untuk meringankanhidung tersumbat karena pilek.
88 89
13.2 Mencantumkan spot peringatan perhatian seperti
pada ketentuan umum.
14.OBAT KUMUR
14.1 Iklan hanya boleh diindikasikan untuk melegakansakit tenggorokan dan membantu menjaga hygiene
mulut.
14.2 Mencantumkan informasi untuk menjaga kesehatan
mulut, perlu menggosok gigi dengan teratur.
14.3 Mencantumkan spot peringatan perhatian seperti
pada ketentuan umum.
15.OBAT LUKA
15.1 Iklan hanya boleh diindikasikan untuk pengobatan
pertama dan mencegah timbulnya infeksi pada lukaluka ringan seperti: lecet, terkelupas, tergores, luka
khitan, perawatan tali pusar bayi.
15.2 Mencantumkan spot peringatan perhatian seperti pada
ketentuan umum.
16.OBAT LAKSANS/ PENCAHAR
16.1 Iklan hanya boleh diindikasikan untuk mengatasi
sembelit (susah buang air besar).
16.2 Mencantumkan informasi bahwa obat pencahar hanya
digunakan bila benar-benar diperlukan, dan hanya
untuk penggunaan jangka pendek.
16.3 Mencantumkan spot peringatan perhatian seperti pada
ketentuan umum.
17.OBAT PERJALANAN
17.1 Iklan hanya boleh diindikasikan untuk mencegahmabok perjalanan.
17.2 Mencantumkan informasi bahwa tidak dianjurkan
dipergunakan oleh orang yang sedang menjalankan
motor dan mesin karena dapat menyebabkan ngantuk.
17.3 Mencantumkan spot peringatan perhatian seperti pada
ketentuan umum.
18.OBAT WASIR
18.1 Iklan hanya boleh diindikasikan untuk pengobatan
simtomatik yang berhubungan dengan hemoroid atau
membantu meringankan rasa sakit yang berhubungan
dengan kondisi anorektal.
18.2 Mencantumkan spot peringatan perhatian seperti pada
ketentuan umum.
19.Iklan obat dari golongan terapetik lain yang belum disebutkan
di atas, materinya harus memenuhi ketentuan sesuai dengan
klim yang disetujui pada waktu pendaftaran obat tersebut.
90 91
PEDOMAN PERIKLANAN OBAT TRADISIONAL
PETUNJUK TEKNIS
Iklan obat tradisional secara umum harus mengacu pada “Tata
Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia” dan khusus untuk
hal-hal yang bersifat teknis, maka penerapannya harus didasarkan
pada pedoman ini:
A. UMUM
1. Obat tradisional yang dapat diiklankan apabila telah mendapat
nomor persetujuan pendaftaran dari Departemen Kesehatan
RI.
2. Iklan obat tradisional dapat dimuat pada media periklanan
setelah rancangan iklan tersebut mendapat persetujuan dari
Departemen Kesehatan RI.
3. Iklan obat tradisional tidak boleh mendorong penggunaan
obat tradisional tersebut secara berlebihan.
4. Iklan obat tradisional tidak boleh diperankan oleh tenaga
kesehatan atau seseorang yang berperan sebagai profesi
kesehatan dan atau menggunakan setting yang beratribut
profesi kesehatan atau laboratorium.
5. Informasi mengenai produk obat tradisional dalam iklan harus
sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam pasal 41 ayat
(2) Undang–undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
sebagai berikut:
Obyektif;
Harus memberikan informasi sesuai dengan kenyataan
yang ada dan tidak boleh menyimpang dari sifat kemanfaatan
dan keamanan obat tradisional yang telah disetujui.
Lengkap;
Harus mencantumkan tidak hanya informasi tentang khasiat
dan kegunaan obat tradisional, tetapi juga memberikan
informasi tentang hal–hal yang harus diperhatikan, misalnya
adanya kontra indikasi, efek samping, pantangan
dan lainnya.
Tidak menyesatkan;
Informasi obat tradisionil harus jujur, akurat, bertanggungjawab
serta tidak boleh memanfaatkan kekuatiran masyarakat
akan suatu masalah kesehatan. Disamping itu, cara
penyajian informasi harus berselera baik dan pantas serta
tidak boleh menimbulkan persepsi khusus di masyarakat
yang mengakibatkan penggunaan obat tradisional yang
berlebihan dan tidak benar.
6. Iklan obat tradisional tidak boleh menggunakan kata–kata:
Super, Ultra, Istimewa, Top, Tokcer, Cespleng, Manjur dan
kata–kata lain yang semakna yang menyatakan khasiat dan
kegunaan berlebihan atau memberi janji bahwa obat tradisional
tersebut pasti menyembuhkan.
7. Iklan obat tradisional tidak boleh memuat pernyataan
kesembuhan dari seseorang, anjuran atau rekomendasi dari
profesi kesehatan peneliti, sesepuh, pakar, panutan dan lain
sebagainya.
8. Iklan obat tradisional tidak boleh menawarkan hadiah atau
memberikan pernyataan garansi tentang khasiat dan kegunaan
obat tradisional.
9. Iklan obat tradisional tidak boleh menampilkan adegan, gambar,
tanda, tulisan dan atau suara dan lainnya yang dianggap
kurang sopan.
10.Iklan obat tradisional tidak boleh mencantumkan gambar
simplisia yang tidak terdapat dalam komposisi obat tradisional
yang disetujui.
11.Iklan yang berwujud artikel yang menguraikan tentang hasil
penelitian harus benar-benar berkaitan secara langsung dengan
bahan baku (simplisia) atau produknya, dan informasi tersebut
harus mengacu pada hasil penelitian yang dapat
dipertanggungjawabkan.
12. Pada setiap iklan obat tradisional dicantumkan identitas kata
“JAMU” dalam lingkaran.
92 93
13. Pada setiap akhir iklan obat tradisional harus mencantumkan
spot peringatan sebagai berikut :
BACA CARA PEMAKAIAN
BACA CARA PEMAKAIAN
14.Ketentuan minimal yang harus dipenuhi untuk peringatan
pada butir (13) sebagai berikut:
9.1 Untuk media televisi, spot iklan harus dicantumkan dengan
tulisan yang jelas terbaca pada satu gambar terakhir dengan
ukuran minimal 30% dari layar kaca dan ditayangkan
minimal selama 3 detik.
9.2 Untuk media radio, spot iklan harus dibacakan dengan
jelas dengan nada suara tegas pada akhir iklan.
9.3 Untuk media cetak, spot iklan dicantumkan dengan
ketentuan sebagai berikut:
a. Tulisan harus jelas terbaca dan terlihat menyolok.
b. Huruf yang digunakan harus merupakan huruf capital, hitam dan tebal (
bold letter ).
c. Ukuran huruf minimal harus sama dengan huruf ‘body copy’.
d. Diberi kotak tepi hitam.
15.Iklan obat tradisional khusus untuk media cetak harus
mencantumkan nomor pendaftaran.
16.Dilarang mengiklankan obat tradisional yang dinyatakan
berkhasiat untuk mengobati atau mencegah penyakit kanker,
tuberculosis, poliomelitis, penyakit kelamin, impotensi, tiphus,
kolera, tekanan darah tinggi, diabetes, lever dan penyakit lain
yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
B. KHUSUS
1. GOLONGAN SEHAT PRIA
-Obat tradisional yang termasuk golongan sehat pria
seperti Sehat Perkasa, Pria Perkasa, Pria Jantan dan
lain sebagainya, hanya boleh mencantumkan
kegunaan sesuai dengan tujuan penggunaan yang
disetujui pada pendaftaran.
-Iklan obat tradisional ini dilarang memberikan informasi
bahwa jamu ini mempunyai kegunaan sebagai
aprodisiak atau meningkatkan kejantanan, kecuali
bila pada etiket disetujui pencantuman klim tersebut.
– Iklan jamu ini dilarang memberikan informasi bahwa
penggunaan jamu ini lebih akan memberikan
penampilan prima, memberikan energi yang berlebih.
– Kata-kata merukunkan suami-istri dan semakna
dilarang dicantumkan dalam iklan obat tradisional ini.
2. GOLONGAN SEHAT WANITA
-Obat tradisional yang termasuk golongan sehat wanita
hanya boleh mencantumkan kegunaan sesuai dengan
tujuan penggunaan yang disetujui pada pendaftaran.
-Obat tradisional golongan sehat wanita, dilarang
memberikan informasi atau menjanjikan dapat
mengubah penampilan wanita menjadi lebih ayu, umur
panjang dan kata-kata lain yang semakna.
– Iklan jamu ini dilarang memberikan informasi bahwa
penggunaan jamu ini memberikan penampilan prima,
memberikan energi yang berlebihan.
3. GOLONGAN GALIAN SINGSET
– Iklan obat tradisional yang termasuk golongan galian
singset, hanya boleh mencantumkan kegunaan sesuai
dengan tujuan penggunaan yang disetujui pada
pendaftaran.
– Iklan obat tradisional golongan galian singset dilarang
memberikan informasi atau menjanjikan dapat
mengubah bentuk badan menjadi langsing dan montok
dengan sekejap.
94 95
Iklan obat tradisional ini harus memberikan informasi
tentang hal-hal yang tidak diinginkan yang kemungkinan
timbul akibat minum jamu tersebut seperti: mencret,
lemas dan lain-lain.
4. GOLONGAN JAMU KEPUTIHAN
-Iklan obat tradisional yang termasuk golongan
keputihan, hanya boleh mencantumkan kegunaan
sesuai dengan tujuan penggunaan yang disetujui pada
pendaftaran.
-Iklan tradisional golongan keputihan, tidak boleh
mencantumkan informasi atau menjanjikan dapat
mengobati segala macam keputihan, kecuali bila pada
etiket disetujui pencantuman klim tersebut.
-Kata-kata merukunkan suami-istri dan yang semakna,
dilarang dicantumkan dalam iklan obat tradisional ini.
5. GOLONGAN HAID TERATUR
-Iklan obat tradisional yang termasuk golongan haid
teratur, hanya boleh mencantumkan kegunaan sesuai
dengan tujuan penggunaan yang disetujui pada
pendaftaran.
-Iklan obat tradisional golongan haid teratur dilarang
memberikan informasi baik secara atau tidak langsung
yang akan memberi akibat merugikan pada
peminumnya. Dari pengalaman ada yang menggunakan
obat tradisional ini untuk menggugurkan anak yang
tidak diinginkan, yang berakibat lahir bayi cacat badan.
6. GOLONGAN HABIS BERSALIN
Iklan obat tradisional yang termasuk golongan habis
bersalin, hanya boleh mencantumkan kegunaan sesuai
dengan tujuan penggunaan yang disetujui pada
pendaftaran.
Iklan obat tradisional golongan ini, sangat dianjurkan
untuk memberikan informasi yang dapat merangsang
peminumnya agar memperbaiki gizi, sehinga kondisi
ibu dan anak akan meningkat.
7. GOLONGAN PELANCAR ASI
-Iklan obat tradisional yang termasuk golongan pelancar
ASI, hanya boleh mencantumkan kegunaan sesuai
dengan tujuan penggunaan yang disetujui pada
pendaftaran.
-Iklan obat tradisional ini, dilarang memberikan informasi
atau menjanjikan dapat mengencangkan dan atau
memperbesar payudara, atau kata-kata lain yang
secara langsung atau tidak langsung dapat mengubah
payudara menjadi montok.
8. GOLONGAN JERAWAT
– Iklan obat tradisional golongan jerawat, hanya boleh
memberikan informasi untuk meringankan atau
mengobati jerawat, atau indikasi lain yang disetujui
pada pendaftaran.
9. GOLONGAN PEGAL LINU
– Iklan obat tradisional yang termasuk golongan pegel
linu, hanya boleh mencantumkan kegunaan sesuai
dengan tujuan penggunaan yang disetujui pada
pendaftaran.
– Iklan obat tradisional golongan ini, dilarang memberikan
informasi atau menjanjikan kesembuhan untuk penyakit
rematik dan sejenisnya. Jamu ini hanya terbatas untuk
mengurangi rasa capai dan mengobati gejala masuk
angin.
10. GOLONGAN PAREM
-Iklan obat tradisional golongan parem, hanya boleh
diinformasikan untuk mengurangi rasa capai, pegal
dan indikasi lain yang disetujui pada pendaftaran.
11. GOLONGAN DEMAM
– Iklan obat tradisional golongan demam, hanya boleh
memberikan informasi untuk meringankan sakit seperti:
greges-greges, meriang, sakit kepala, menurunkan
panas dan indikasi lain yang berhubungan dengan
demam.
96 97
12.GOLONGAN PENCAHAR
-Iklan obat tradisional golongan pencahar, hanya boleh
memberikan informasi untuk pengobatan susah buang
air besar.
-Iklan obat tradisional golongan pencahar dilarang
memberikan informasi penggunaan untuk menguruskan
badan atau untuk melangsingkan tubuh.
-Iklan obat tradisional golongan pencahar sangat
dianjurkan untuk memberikan informasi:
a. Penggunaan pencahar, bahwa bila benar-benar
diperlukan.
b. Membiasakan makan buah-buahan, sayuran dan
makanan berserat lainnya.
13.GOLONGAN SARIAWAN, SAKIT TENGGOROKAN ATAU
OBAT KUMUR
-Iklan obat tradisional golongan sariawan, sakit
tenggorokan atau obat kumur, hanya boleh memberikan
informasi untuk pengobatan sariawan, sakit
tenggorokan dan atau hygiene mulut sesuai dengan
tujuan penggunaan yang disetujui pada pendaftaran.
-Iklan obat tradisional yang penggunaannya tidak boleh
ditelan, supaya memberikan informasi penggunaannya
secara jelas.
-Iklan obat tradisional golongan ini sangat dianjurkan
untuk memberikan informasi tentang pentingnya
menjaga kebersihan mulut.
14.GOLONGAN SAKIT KULIT, LUKA DAN GATAL
-Iklan obat tradisional golongan sakit kulit, luka dan
gatal hanya boleh memberikan informasi untuk
pengobatan penyakit kulit sesuai dengan tujuan
penggunaan yang disetujui pada pendaftaran.
15.GOLONGAN WASIR
-Iklan obat tradisional golongan wasir hanya boleh
memberikan informasi untuk mengobati gejala dan
atau meringankan sakit yang berhubungan dengan wasir.
16.JAMU ULU HATI
-Iklan obat tradisional yang termasuk golongan ulu hati,
hanya boleh memberikan informasi untuk meringankan
gejala sakit ulu hati seperti mual, kembung, nyeri dan
lainnya.
– Iklan obat tradisional golongan ini sangat dianjurkan
untuk memberikan informasi yang dapat merangsang
peminumnya agar membiasakan makan teratur dan
hidup teratur.
PENUTUP
1. Iklan Obat tredisionil lainnya yang belum diatur dalam pedoman
Periklanan Obat Tradisionil ini, materinya harus memenuhi
ketentuan sesuai dengan klaim yang telah disetujui pada
pendaftaran obat tradisionil tersebut.
2. Iklan Fitofarmaka (obat tradisionil yang telah didukung uji
fitofarmaka), akan diatur kemudian.
98 99
PEDOMAN PERIKLANAN
ALAT KESEHATAN, KOSMETIKA,
PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
PETUNJUK TEKNIS
A. UMUM
1. Alat Kesehatan, Kosmetika dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga tidak boleh diiklankan dengan menggunakan
rekomendasi dari suatu laboratorium, instasi pemerintah,
organisasi profesi kesehatan atau kecantikan dan atau
kesehatan.
2. Alat kesehatan, kosmetika dan Perbekalan Kesehatan Rumah
Tangga tidak boleh diiklankan dengan menggunakan peragaan
tenaga kesehatan atau yang mirip dengan itu.
3. Kosmetika tidak boleh diiklankan seolah-olah sebagai obat.
4. Iklan Alat Kesehatan, Kosmetika dan Perbekalan Rumah
Tangga harus mendidik dan sesuai dengan norma kesusilaan
yang ada.
B. KHUSUS
1. ALAT KESEHATAN
1.1 Produk/barang yang tidak disetujui pendaftarannya
sebagai alat kesehatan tidak boleh diiklankan seolah-olah
produk/barang dimaksud adalah alat kesehatan.
1.2 Pembalut wanita (sanitary napkin): Iklan pembalut wanita
(sanitary napkin) supaya disesuaikan dengan estetika dan
tata krama ketimuran.
1.3 Kondom
1.3.1 Iklan kondom tidak boleh mendorong penggunaan
untuk tujuan asusila.
1.3.2 Iklan kondom supaya disesuaikan dengan
estetika dan tata krama ketimuran.
1.3.3 Iklan kondom harus disertai spot “IKUTI
PETUNJUK PEMAKAIAN”.
1.4 Ketentuan yang harus dipenuhi spot :
1.4.1 Untuk media televisi: Spot iklan harus
dicantumkan dengan tulisan yang jelas terbaca
pada satu screen/gambar terakhir.
1.4.2 Untuk media radio: Spot iklan hearus dibacakan
pada akhir iklan dengan jelas dan dengan nada
suara tegas.
1.4.3 Untuk media cetak : Spot iklan harus dengan
tulisan yang jelas terbaca.
2. KOSMETIKA
2.1 Kosmetika tidak boleh diiklankan dengan menggunakan
kata-kata “mengobati”. “menyembuhkan” atau kata lain yang
semakna seolah-olah untuk mengobati suatu penyakit.
2.2 Kosmetika tidak boleh diiklankan seolah-olah dapat
mempengaruhi fungsi fisiologis dan atau metabolisme
tubuh.
Contoh :
-Melancarkan peredaran darah
-Melangsingkan tubuh
2.3 Kosmetika yang mengandung bahan yang tidak jelas
kegunaannya tidak boleh diiklankan yang menyatakan
kegunaan dari bahan tersebut.
Contoh :
-Minyak rambut urang aring dapat menyuburkan
rambut.
2.4 Kosmetika yang tidak mengandung bahan aktif tidak dapat
diiklankan dengan menyatakan kegunaan dari bahan aktif
yang dimaksud.
Contoh :
-Shampo yang tidak mengandung bahan anti ketombe
diiklankan dapat menghilangkan ketombe.
-Sabun mandi yang tidak mengandung bahan anti
septic diiklankan dapat membunuh kuman.
2.5 Kosmetika yang dibuat dengan bahan alami tertentu hanya
dapat diiklankan mengandung bahan alami dimaksud.
2.6 Kosmetika yang mengandung bahan kimia tidak boleh
diiklankan sebagai kosmetika tradisional.
2.7 Kosmetika yang mengandung vitamin yang berfungsi bukan
sebagai vitamin tidak boleh diiklankan dengan menyatakan
fungsi vitamin tersebut dalam sediaan kosmetika dimaksud.
100 101
2.8 Kosmetika yang mengandung bahan tabir surya tidak boleh
diiklankan menyebutkan nilai SPF (Sun Protector Factor)
bila tujuan penggunaan kosmetika tersebut bukan untuk
berjemur.
2.9 Iklan kosmetika tidak boleh diperankan dan atau ditujukan
untuk bayi, kecuali kosmetika golongan sediaan bayi.
2.10 Untuk kometika jenis tertentu, yaitu:
pewarna rambut
pelurus/pengeriting rambut
depilatori
pemutih kulit
anti jerawat
sampo anti ketombe
deodorant dan anti perspiran
sediaan lainnya yang mengadung bahan kimia yang
mempunyai persyaratan keamanan sesuai dengan
peraturan yang berlaku, harus disertai spot: “IKUTI
PETUNJUK PEMAKAIAN DAN PERINGATAN
YANG DISERTAKAN”
2.11 Ketentuan yang harus dipenuhi spot:
2.11.1 Untuk media televisi: Spot iklan harus dicantumkan
dengan tulisan yang jelas terbaca pada satu
screen/gambar akhir.
2.11.2 Untuk media radio: Spot iklan harus dibacakan
pada akhir iklan dengan jelas dan dengan nada
suara tegas.
2.11.3 Untuk media cetak: Spot iklan harus dengan tulisan
yang jelas terbaca.
3. PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA
3.1 Pemutih cucian.
Pemutih cucian tidak boleh diiklankan seolah-olah hasil
penggunaannya menjadi bebas kuman sama sekali.
3.2 Pembersih lantai.
Pembersih lantai tidak boleh diiklankan seolah-olah
menghasilkan lantai bebas kuman dan aman.
3.3 Antiseptika dan desinfektan.
3.3.1 Antiseptika dan desinfektan tidak boleh diiklankan
seolah-olah setelah penggunaan dimaksud hasilnya
dijamin telah bebas kuman.
3.3.2 Antiseptika dan desinfektan tidak boleh menganjurkan
penggunaan yang berlebihan.
3.3.3 Antiseptika dan desinfektan tidak boleh diiklankan
sebagai Lysol dan atau kreolin bila tidak memenuhi
persyaratan yang berlaku.
3.4 Pestisida Rumah Tangga (termasuk insektisida).
3.4.1 Iklan Pestisida Rumah tangga tidak boleh
bertentangan dengan ketentuan periklanan Pestisida
dari Departemen Pertanian Republik Indonesia
3.4.2 Pestisida Rumah Tangga tidak boleh diiklankan
dengan menyebutkan kata-kata “aman”, “tidak
berbahaya” atau kata-kata lain yang semakna yang
dapat ditafsirkan salah terhadap keamanannya.
3.4.3 Pestisida Rumah Tangga tidak boleh diiklankan
dengan menyebutkan kata “ampuh” atau kata lain
yang semakna yang dapat ditafsirkan berlebihan
terhadap kegunaannya.
3.4.4 Pestisida Rumah Tangga tidak boleh diiklankan
dengan menyebutkan dan atau menggambarkan
penggunaannya selain yang disetujui Departemen
Pertanian RI.
Contoh: Pembasmi serangga.
3.4.5 Pestisida Rumah Tangga tidak boleh diiklankan
seperti produk Kosmetika dan Pembekalan
Kesehatan Rumah Tangga lain sehingga dapat
ditafsirkan salah terhadap keamanannya.
Contoh:
-Pestisida Rumah Tangga bentuk aerosol
diiklankan sebagai Air Freshener.
– Anti nyamuk (insect repellent) diiklankan dapat
menghaluskan kulit.
3.5 Iklan perbekalan Kesehatan Rumah Tangga tertentu seperti
sediaan antiseptika/desinfektan, pestisida rumah tangga,
pemutih cucian dan pembersih tertentu harus disertai spot:
“IKUTI PETUNJUK PEMAKAIAN, PERINGATAN DAN
CARA PENANGGULANGAN BILA TERJADI
KECELAKAAN”.
102 103
3.6. Ketentuan yang harus dipenuhi spot:
3.6.1 Untuk media televisi: Spot iklan harus dicantumkan
dengan tulisan yang jelas terbaca pada satu screen/
gambar terakhir.
3.6.2 Untuk media radio: Spot iklan harus dibacakan
pada akhir iklan dengan jelas dan dengan nada
suara tegas.
3.6.3 Untuk media cetak: Spot iklan harus dengan tulisan
yang jelas terbaca.
PEDOMAN PERIKLANAN MAKANAN dan MINUMAN PETUNJUK TEKNIS
A. UMUM
1. Iklan makanan yang dibuat dengan bahan alami tertentu hanya
boleh diiklankan sebagai berasal dari bahan alami tersebut,
apabila makanan itu mengandung bahan alami yang
bersangkutan tidak kurang dari kadar makanan yang ditetapkan
oleh Menteri Kesehatan.
Contoh: Sari Apel; Apel Juice
a. Adalah produk cair yang keruh atau jernih yang diperoleh
dari buah apel.
b. Padatan, jumlah tidak kurang dari 10%.
2. Iklan makanan yang menyerupai atau dimaksud sebagai
pengganti jenis makanan tertentu harus menyebutkan nama
bahan yang digunakan.
Contoh: Susu Kedelai
3. Iklan makanan boleh mencantumkan pernyataan “DIPERKAYA”
atau “KAYA” sumber vitamin dan mineral bila pada sejumlah
makanan yang biasa dikonsumsi satu hari terdapat paling
sedikit dari jumlah yang dianjurkan (RDA/AKG)
4. Pernyataan makanan berkalori dapat diiklankan bila makanan
tersebut dapat memberikan minimum 300 Kcal per hari.
5. Iklan makanan tidak boleh dimuat dengan ilustrasi peragaan
maupun kata-kata berlebihan, sehingga dapat menyesatkan
konsumen.
6. Iklan makanan tidak boleh menjurus kependapat bahwa
makanan yang bersangkutan berkhasiat sebagai obat.
7. Makanan yang dibuat sebagian atau tanpa bahan pokok alami
tidak boleh diiklankan seolah-olah makanan yang bersangkutan
seluruhnya dibuat dari bahan alami.
8. Makanan yang dibuat dari bahan yang telah mengalami
pengolahan, tidak boleh diiklankan dengan cara yang dapat
memberi kesan seolah-olah makanan itu dibuat dari bahan
yang segar.
9. Iklan makanan tidak boleh dengan sengaja menyatakan seolaholah makanan yang berlabel gizi mempunyai kelebihan dari
makanan yang tidak berlabel gizi.
104 105
10.Iklan makanan tidak boleh memuat pernyataan nilai khusus
pada makanan apabila nilai tersebut tidak seluruhnya berasal
dari makanan tersebut, tetapi sebagian diberikan oleh makanan
lain yang dapat dikonsumsi bersama–sama (seperti nilai kalori
pada makanan sereal untuk sarapan yang biasanya dimakan
dengan susu dan gula).
11.Iklan makanan tidak boleh menyatakan bahwa makanan seolaholah merupakan sumber protein, kecuali 20% kandungan
kalorinya berasal dari protein dan atau kecuali jumlah yang
wajar dikonsumsi per hari mengandung tidak kurang 10 gram
protein.
B. KHUSUS
1. HASIL OLAH SUSU
1.1. Iklan susu kental manis, susu skim dan “Filled Milk”, tidak
boleh diiklankan untuk bayi (sampai dengan 12 bulan).
1.2. Iklan susu kental manis, susu skim dan “Filled Milk” harus
mencantumkan spot peringatan yang berbunyi
“PERHATIKAN! TIDAK COCOK UNTUK BAYI”. Dan
jika menggunakan media radio spot tersebut harus
dibacakan dengan jelas.
1.3. Iklan susu krim penuh harus mencantumkan spot
peringatan “PERHATIKAN! TIDAK COCOK UNTUK
BAYI BERUMUR DIBAWAH 6 BULAN”.
2. PENGGANTI AIR SUSU IBU (PASI) ATAU SUSU BAYI ATAUINFANT FORMULA
Pengganti Air Susu Ibu (PASI) atau susu bayi atau infant
formula dilarang dipromosikan dan diiklankan dalam bentuk
apapun, kecuali dalam journal kesehatan.
3. MINUMAN KERAS (MINUMAN BERALKOHOL)
3.1. Iklan tidak boleh mempengaruhi atau merangsang orang
untuk mulai minum minuman keras.
3.2. Iklan minuman keras tidak boleh menggambarkan
penggunaan minuman keras dalam kegiatan-kegiatan
yang memerlukan konsentrasi (perlu informasi bahwa
penggunaannya dapat membahayakan keselamatan).
3.3. Iklan minuman keras tidak boleh ditujukan terhadap anak
dibawah usia 16 tahun dan atau wanita hamil, atau
menampilkan mereka dalam iklan.
3.4. Minuman keras golongan C (dengan kadar alkohol 20%
sampai dengan 55%) dilarang diiklankan.
4. VITAMIN
4.1. Iklan vitamin harus dalam konteks sebagai suplemen
makanan pada keadaan tubuh tertentu, misalnya keadaan
sesudah sakit/operasi, masa kehamilan dan menyusui
serta lanjut usia.
4.2. Iklan vitamin tidak boleh terkesan memberikan anjuran
bahwa vitamin dapat menggantikan makanan (substitusi),
atau vitamin mutlak dibutuhkan sehari-hari pada keadaan
di mana gizi makanan sudah cukup.
4.3. Iklan vitamin tidak boleh memberi kesan bahwa pemeliharaan
kesehatan (umur panjang, awet muda, kecantikan) dapat
tercapai hanya dengan penggunaan vitamin.
4.4. Iklan vitamin tidak boleh memberi informasi secara langsung
atau tidak langsung bahwa penggunaan vitamin dapat
menimbulkan energi, kebugaran, peningkatan nafsu makan
dan pertumbuhan, mengatasi stress, ataupun peningkatan
kemampuan seks.
4.5. Iklan makanan boleh mencantumkan adanya vitamin dan
mineral apabila pada sejumlah makanan yang biasa
dikonsumsi satu hari terdapat vitamin atau mineral tidak
kurang dari 1/6 dari jumlah yang dianjurkan (AKG).
4.6. Iklan makanan boleh mencantumkan mengandung lebih
dari satu vitamin atau mineral apabila setiap vitamin atau
mineral tersebut terdapat dalam proporsi yang sesuai (AKG).
5. MAKANAN PELENGKAP (FOOD SUPPLEMENT) DAN
MINERAL
Iklan hanya boleh untuk pencegahan dan mengatasi kekurangan
makanan pelengkap dan mineral, misalnya sesudah operasi,
sakit, wanita hamil dan menyusui, serta lanjut usia.
106 107
6. MAKANAN DIET
6.1. Makanan Diet Rendah Natrium dapat diiklankan apabila
kadar natrium tidak lebih dari setengah kandungan natrium
yang terdapat pada produk normal yang sejenis, dan tidak
lebih dari 120 mg/100 g produk akhir.
6.2. Makanan Diet Sangat Rendah Natrium dapat diiklankan
apabila kadar natrium tidak lebih dari 40 mg/100 g produk akhir.
6.3. Makanan Kurang Kalori dapat diiklankan apabila mengandung
tidak lebih dari setengah jumlah kalori produk normal jenis
yang sama.
6.4. Makanan Rendah Kalori dapat diiklankan apabila
mengandung tidak lebih dari 15 kalori pada setiap porsi
rata-rata dan tidak lebih dari 30 kalori pada jumlah yang
wajar dimakan setiap hari.
6.5. Makanan Diet Kurang Laktosa dapat diiklankan apabila
diperoleh dengan cara mengurangi jumlah laktosa dengan
membatasi penggunaan bahan-bahan yang mengandung
laktosa.
6.6. Makanan Diet Rendah Laktosa dapat diiklankan apabila
mengandung laktosa tidak lebih dari 1/20 bagian dari
produk normal.
6.7. Makanan Diet Bebas Gluten dapat diiklankan apabila
diperoleh dengan serealia yang dihilangkan glutennya.
6.8. Iklan makanan dilarang mencantumkan bahwa suatu
makanan dapat menyehatkan dan dapat memulihkan
kesehatan.
6.9. Iklan makan boleh mencantumkan pernyataan “DAPAT
MEMBANTU MELANGSINGKAN”, jika nilai kalorinya
25% lebih rendah dibandingkan dengan makanan sejenisnya.
6.10. Iklan makanan tidak boleh dinyatakan khusus untuk
penderita diabetes kecuali:
a. tidak mengandung karbohidrat
b. berat karbohidrat pada komposisinya sangat kurang
dibandingkan dengan makanan sejenisnya untuk
penderita diabetes.
6.11. Iklan makanan khusus untuk penderita diabetes tidak
boleh dinyatakan tidak mengandung gula bila makanan
tersebut mengandung karbohidrat.
7. Kata HALAL tidak boleh diiklankan.
LAMPIRAN–2
DEWAN PERIKLANAN INDONESIA (DPI)
1. Pendahuluan
Dewan Periklanan Indonesia (DPI) adalah lembaga independen
dan nirpamong (non-government) yang dibentuk oleh komunitas
periklanan Indonesia. Secara resmi DPI berdiri sejak tanggal
17 September 1981, bertepatan dengan diikrarkannya untuk
kali pertama Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia
dengan nama Komisi Tata Cara dan Tata Krama Periklanan
Indonesia (KTKTCPI). Pengikraran tersebut dilakukan di
hadapan Menteri Penerangan RI oleh tujuh asosiasi dan satu
yayasan. Mereka mewakili pengiklan, perusahaan periklanan,
dan media.
Pada sidang Dewan Pers*) XXXVIII tanggal 30 Juli – 1 Agustus
1993, sejalan dengan perluasan peran dan fungsinya diputuskan
untuk mengubah nama KTKTCPI menjadi Komisi Periklanan
Indonesia (KPI). Dengan keputusan itu, maka peran dan fungsi
KPI tidak lagi terbatas hanya pada penegakan etika, namun
juga untuk pembinaan industri periklanan secara keseluruhan.
*) Catatan: Pada saat itu, industri periklanan dimasukkan
sebagai salah satu “komponen” dari “keluaraga besar” pers
nasional. Komponen-komponen lainnya adalah Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI), Serikat Penerbit Suratkabar (SPS),
dan Serikat Grafika Pers (SGP).
Dinamika industri periklanan nasional maupun dunia telah
menuntun sidang presidium Komisi Periklanan Indonesia pada
rapatnya di Jakarta tanggal 26 Agustus 2003, untuk menyesuaikan
kembali nama KPI menjadi Dewan Periklanan Indonesia (DPI),
dan digunakan hingga sekarang.
Pada bagian-bagian berikut diberikan penjelasan ringkas
mengenai DPI, khususnya yang menyangkut kelembagaan,
maupun fungsi dan tugasnya.
108 109
2. Kelembagaan
2.1 DPI adalah suatu Lembaga independen nirpamong (nongovernment) yang dibentuk oleh dan dari masyarakat
periklanan Indonesia, untuk menghimpun, menyalurkan,
mengembangkan dan mendayagunakan seluruh aset
periklanan nasional, baik untuk kepentingan masyarakat
periklanan sendiri, maupun untuk kepentingan masyarakat
secara keseluruhan.
2.2 Lembaga sebagaimana dimaksud dalam butir 2.1 di atas
merupakan federasi dari pada asosiasi usaha dan profesi,
baik sebagai pengiklan, perusahaan periklanan, media
periklanan, maupun berbagai usaha atau profesi lain
penunjang industri periklanan. Dengan demikian, Anggota
DPI adalah para asosiasi pendukungnya, yaitu:
1. AMLI; Asosiasi Perusahaan Media Luar-griya
Indonesia
2. APPINA; Asosiasi Perusahaan Pengiklan Indonesia
3. ASPINDO; Asosiasi Pemrakarsa dan Penyantun
Iklan Indonesia
4. ATVLI; Asosiasi Televisi Lokal Indonesia
5. ATVSI; Asosiasi Televisi Swasta Indonesia
6. GPBSI; Gabungan Perusahaan Bioskop Indonesia
7. PPPI; Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia
8. PRSSNI; Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional
Indonesia
9. SPS; Serikat Penerbit Suratkabar
10. TVRI; Televisi Republik Indonesia
2.3 Organisasi DPI terdiri dari:
a. Presidium, sebagai lembaga tertinggi, yang memberi
arahan dan menetapkan kebijakan umum.
b. Badan-badan Pelengkap; sebagai pelaksana
operasional, yang terdiri dari;
• Badan Musyawarah Usaha (BMU)
• Badan Musyawarah Profesi (BMP)
• Badan Musyawarah Etika (BME)
• Badan Musyawarah Sosial (BMS)
Dalam setiap Badan Musyawarah terdapat beberapa
lembaga panel pakar dengan fungsi yang khas atau teknis
yang disebut Mimbar. Dalam BME misalnya, terdapat
Mimbar Naskah yang menangani naskah-naskah iklan
yang belum diproduksi ataupun dimediakan, atau Mimbar
Medis yang khusus menangani periklanan produk dan jasa
medis.
2.4 Semua keputusan yang ditetapkan secara aklamasi oleh
Presidium DPI bersifat mengikat bagi setiap asosiasi
pendukungnya, namun pelaksanaannya harus dilakukan
dengan selalu mengindahkan kepentingan khas para
asosiasi terkait.
3. Fungsi dan Tugas
3.1 Untuk memenuhi fungsi, tugas dan kewajibannya DPI
menyusun berbagai kebijakan pembinaan periklanan
nasional. Kebijakan ini sekurang-kurangnya menyangkut
tiga hal, yaitu:
a. Pemantapan kondisi berusaha dan bersaing yang
sehat bagi setiap komponen pendukungnya.
b. Pengembangan profesionalisme yang setinggitingginya bagi para pelaku periklanan nasional.
c. Pemantapan tanggungjawab etika yang berakar dari
nilai-nilai budaya bangsa, bagi seluruh anggota
masyarakat periklanan Indonesia.
3.2 Untuk melaksanakan dan mengawasi seluruh
kebijaksanaannya, DPI dapat melakukan penerapan sanksi
terhadap pihak-pihak yang terlibat dalam pelanggaran,
melalui badan-badan pelengkap dan atau melalui
anggotanya.
110 111
LAMPIRAN-3
SEKILAS SWAKRAMA
Swakrama (self-regulation) atau pengaturan diri sendiri, adalah
suatu prinsip atau paham yang dianut oleh mayarakat periklanan
di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Malahan bukan hanya
pada kode etik periklanan prinsip ini diterapkan, namun juga di
banyak kode etik profesi maupun kode etik bisnis lainnya.
Tujuan
Meskipun prinsip swakrama telah berusia hampir 125 tahun,
namun umumnya para pelaku periklanan berpendapat bahwa
tujuan dasar swakrama hingga sekarang tidak berubah. Secara
sederhana, tujuan dimaksud adalah; untuk dapat dengan sebaikbaiknya mempertahankan kewibawaan komunikasi pemasaran
-termasuk periklanan – demi kepentingan semua pihak, khususnya
konsumen dan industri periklanan.
Meskipun demikian, beberapa pendapat lain menyatakan adanya
semacam pergeseran tujuan dari masa ke masa. Pendapat ini
menyatakan bahwa pada awal dikenalnya swakrama, ia
sepenuhnya dimaksudkan untuk melindungi pelaku perniagaan
dari persaingan yang tidak adil atau tidak sehat. Setelah itu
tujuannya bergeser dengan memberi bobot yang sama pada
kepentingan konsumen dan kepentingan pemasar. Selanjutnya
saat ini, karena kian ketatnya persaingan plus di sisi lain kian
kuatnya pula gerakan konsumerisme, maka swakrama lebih
banyak ditujukan untuk melindungi konsumen.
Alasan Penerapan
Begitu pentingnya prinsip swakrama bagi banyak kode etik,
sehingga ia sering diletakkan sebagai prinsip pertama dan utama.
Lebih dari itu, kadangkala ia malahan menjadi jiwa atau roh dari
tatanan-tatanan etika tersebut. Dalam kaitan periklanan, ada
empat alasan utama mengapa swakrama dianggap begitu penting,
yaitu:
(i) Swakrama menyiratkan kepercayaan yang amat besar dari
industri periklanan kepada para pelakunya. Kepercayaan ini
selanjutnya diyakini akan memberi mereka dorongan naluriah
yang luar biasa untuk senantiasa berperilaku yang sesuai
dengan lingkungan sosial-budaya mereka.
(ii) Sebagai bagian dari masyarakat, penerapan swakrama pada
komunitas periklanan akan sangat membantu dalam
menegakkan sendi-sendi peradaban dalam kehidupan
bermasyarakat.
(iii) Swakrama dapat meniadakan -setidaknya meminimalkan
campur tangan dari mereka yang kurang memahami
periklanan, termasuk pamong (government) atau para penegak
hukum, yang justru dapat menghambat perkembangan industri
periklanan.
(iv) Dari aspek hak asasi dan demokrasi, ia juga merupakan
wujud dari kebebasan berpendapat dari komunitas periklanan
kepada pihak-pihak lain.
Rumusan Prinsip
Rumusan tentang prinsip-prinsip swakrama berbeda antara suatu
negara dengan negara lainnya. Meskipun demikian, terdapat
beberapa prinsip yang diserap oleh kebanyakan kode etik
periklanan di mancanegara. Prinsip-prinsip ini adalah:
(i) Jujur, bertanggungjawab, dan tidak bertentangan dengan
hukum negara.
(ii) Sejalan dengan nilai-nilai sosial-budaya masyarakat.
(iii) Mendorong persaingan, namun dengan cara-cara yang adil
dan sehat.
Ketiga prinsip di atas juga dijadikan asas umum yang baku dalam
Etika Pariwara Indonesia.
Sejarah Swakrama
Penerapan swakrama oleh suatu perkumpulan pertama kali
diketahui terjadi pada asosiasi saudagar di abad pertengahan di
Eropa. Mereka, secara bersama-sama, melakukan pemeriksaan
terhadap pasar dan takaran, menilai mutu barang dagangan,serta
menetapkan peraturan bagi perdagangan barang-barang tersebut.
112 113
Di bidang pemasaran dan periklanan, penerapan swakrama sudah
dikenal sejak masa ramainya pemanfaatan poster untuk menjual
atau beriklan, sehingga banyak yang menyebut masa itu sebagai
masa industri poster. Hal itu terjadi di Eropa sejak sekitar 1880an. Meskipun demikian, kode etik periklanan pertama baru
diluncurkan tahun 1925 oleh Association of Publicity Clubs.
Pemberlakuan kode etik tersebut diikuti pula oleh berdirinya
Advertising Investigation Department; lembaga di dalam Advertising
Association sebagai penegaknya pada tahun 1926. Saat itu,
penegakan kode etik oleh lembaga intern asosiasi pelaku periklanan
tersebut masih berfokus pada hanya pemeriksaan klaim atau janji
periklanan.
Internasionalisasi swakrama baru terjadi tahun 1937 yang
diprakarsai oleh International Chamber of Commerce yang
menyusun etika usaha periklanan internasional. Kode etik ini
kemudian menjadi rujukan bagi kode-kode etik pemasaran maupun
periklanan di banyak negara.
Perkembangan penting selanjutnya terjadi tahun 1961, saat
didirikannya The Code of Advertising Practice Committee (sekarang
bernama CAP – The Committee of Advertising Practice). Lembaga
ini pula yang ditugaskan untuk menyusun British Code of Advertising
Practice (BCAP), kode etik periklanan pertama di Inggris saat itu,
maupun semua kode-kode etik sesudahnya, termasuk yang masih
berlaku hingga sekarang. Cakupan BCAP adalah semua periklanan
non-penyiaran. Untuk mengawasi penegakkannya, pada tahun
berikutnya didirikan lembaga independen yang diberi nama
Advertising Standards Authority (ASA).
Sejak tahun 1962 itu keampuhan prinsip swakrama kian diakui
dan kokoh, sehingga pendukungnya di berbagai negara terus
bertambah. Sekarang, bahkan International Advertising Association
(IAA), asosiasi praktisi periklanan terbesar dunia dengan anggota
di 96 negara, menjadikan prinsip swakrama sebagai target utama
perjuangannya terhadap para pamong di seluruh dunia.
Di Indonesia, prinsip swakrama mulai diperkenalkan pada tanggal
19 – 20 Juni 1980, saat berlangsungnya Simposimum Periklanan
Nasional di Jakarta. Pada simposium yang diprakarsai PPPI
tersebut terungkap bahwa di antara para pelaku periklanan, baru
PPPI dan Serikat Penerbit Surakabar (SPS) yang memiliki kode
etik periklanan. Sebagai kode etik intern asosiasi, tentu saja hanya
mengikat bagi para anggota dari asosiasi-asosiasi tersebut. Namun
berkat upaya gigih para pegiat periklanan saat itu, suatu kode
etik yang berlaku bagi semua pelaku periklanan kemudian dapat
dihasilkan, dan diikrarkan bersama pada tanggal 17 September
1981, pada forum Konvensi Periklanan Indonesia. Kode etik itu
diberi nama Tata Krama dan Tata Cara Periklanan Indonesia
Sejak saat itulah prinsip swakrama juga menjadi bagian dari isi
dan jiwa kode etik periklanan di Indonesia.
114 115